KETIKA BANYAK TULISAN BELUM MAMPU MEMUASKAN SYAHWAT MEMBACAMU, MAKA MENULISLAH DENGAN JALAN FIKIRANMU

Jumat, 21 Maret 2014

DAN HUJAN TURUN LAGI


Ku titip seuntai rindu syahdu kepada sesosok pelukis hidup yang pernah hadir mewarnai hari-hariku tempo dulu. Aku dan dia, tak ubahnya bumi dan langit yang disatukan oleh rinai hujan. Hujan kasih sayang, cinta, suka, duka bahkan jua lara. Tak sampai disitu, hujan galau sekalipun adalah suatu keniscayaan yang lapang teratapi. Betapa hati dua insan selalu mendamba kedamaian, layaknya tanah tandus tersiram air hujan, melegakan, sejuk, menohok qalbu, sampai terisak menggigil mencabik tulang-belulang.
Apa kabarmu duhai pemilik hati yang lain, yang pernah sempat singgah merajut kasih.. Kita sudah terlalu lama tak bertemu lagi, pasca keputusan bersama untuk memilih jalan masing-masing. Entah dimana engkau, yang ku tau; ia telah menemukan perahu baru. Sedang mengayuh rasa yang dipapah dan dijaga agar sampai kedermaga persuntingan.
Aku disini masih setia sendiri, bukan perkara ku tunggu-nya, tidak jua ku sesali keputusan masa lalu. Hanya saja, aku sedang bertapa dengan hati yang sepi, mencoba berdamai dengan hati sendiri. Mengaduk emosi dalam kerapuhan yang tak kunjung pasti, ini bukan perkara sebab frustasi, tidak juga sebab keputus asaan, namun terkadang aku menyadari dan sedang mengaminkan, bahwa ada kedamaian dalam kesendirian. Sesekali, ada saja kumbang baru datang menggoda, aku diam saja. Kunang-kunang juga menyapa dengan lampion pesona lainnya, aku juga kekeh tak mengubris keadaan. Ini hanya soal waktu, bukan salah rasa, sebab aku tidak pernah menghukum rasa dan mematikannya. Hanya saja, rasa ini sedang ku erami, kurajut sendiri, sampai rasa itu benar-benar siap untuk sebuah pelabuhan. Sebab aku yakin dan percaya, akan datang saatnya sesosok yang tepat untuk menyempurnakan rasa yang telah lama ku erami. Siapapun itu, hanya Tuhan yang tau. Bisa saja kumbang baru, atau siapa tau; Engkau yang dulu hadir kembali? Pulang ke asal, menjemput rasa ku. Setelah engkau menyadari bahwa yang lain tak pernah bernar mampu tulus mendamaikan hatimu. Sampai bertemu lagi.. Bila tidak sekarang, ya, nanti. Bila engkaupun tak kembali, aku yang akan datang menjadi saksi sakralnya pernikahanmu.
Dan hujan yang tadinya asik menari, pelan dalam kehati-hatiannya, berubah terisak, meraung menangis keras! Merajam tanah, mencabik bumi. Sampai rinainya lelah, lesu terkulai pada genangan-genangan kenangan. Hujan berhenti. Alam diam, syahdu tak menentu. Antara bahagia juga duka, dipersimpangan senyuman; senyum penghormatan, dan senyum kepasrahan.
Berhenti, bukan berati mati. Bisa saja kembali, atau berubah haluan ke lain dermaga. Ah, entahlah.


Nb: Hanya untuk dibaca..

0 komentar:

Posting Komentar