KETIKA BANYAK TULISAN BELUM MAMPU MEMUASKAN SYAHWAT MEMBACAMU, MAKA MENULISLAH DENGAN JALAN FIKIRANMU

Kamis, 23 Mei 2013

TEORI INTELIGENSI


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Intelegensi dan keberhasilan dalam pendidikan adalah dua hal yang saling keterkaitan. Di mana biasanya anak yang memiliki intelegensi yang tinggi dia akan memiliki prestasi yang membanggakan di kelasnya, dan dengan prestasi yang dimilikinya ia akan lebih mudah meraih keberhasilan.
Namun perlu ditekankan bahwa intelegensi itu bukanlah IQ di mana kita sering salah tafsirkan. Sebenarnya intelegensi itu menurut “Claparde dan Stern” adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi dan kondisi baru. Berbagai macam tes telah dilakukan oleh para ahli untuk mengetahui tingkat intelegensi seseorang. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat intelegensi seseorang. Oleh karena itu banyak hal atau faktor yang harus kita perhatikan supaya intelegensi yang kita miliki bisa meningkat.Setiap orang pasti berkeinginan supaya dirinya dapat berhasil, baik berhasil di kala sekolah maupun di saat keluar dari sekolah nantinya ia dapat berhasil dalam meniti karier dan kehidupannya. Sama halnya dengan intelegensi, keberhasilan pun memiliki beberapa faktor yang harus dijalani supaya kita dapat meraihnya. Dalam makalah ini kami akan memaparkan hal-hal yang berkaitan erat dengan keberhasilan tersebut, seperti indikator dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk mencapai keberhasilan di dalam pendidikan.
2.      Tujuan

a.       Untuk mengetahui apa itu Intelejensi yang sebenarnya.
b.      Untuk mengetahui ciri dan faktor yang mempengaruhi Intelejensi.
c.       Untuk mengetahui cara tes intelejensi dan jenis-jenis Tes Intelejensi.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi dan Ciri-ciri Intelegensi
Claparde dan Stern mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru.
K. Buhler mengatakan bahwa intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian.
David Wechster (1986). Definisinya mengenai intelegensi mula-mula sebagai kapasitas untuk  mengerti ungkapan dan kemauan akal budi untuk mengatasi tantangan-tantangannya. Namun di lain kesempatan ia mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif. William Stern mengemukakan batasan sebagai berikut: intelegensi ialah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berfikir yang sesuai dengan tujuannya. William Stern berpendapat bahwa intelegensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan, pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada intelegensi seseorang.
Dari batasan yang dikemukakan di atas, dapat kita ketahui bahwa:
·           Intelegensi itu ialah faktor total berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di dalamnya  (ingatan, fantasi, penasaran, perhatian, minat dan sebagainya juga mempengaruhi intelegensi seseorang).
·           Kita hanya dapat mengetahui intelegensi dari tingkah laku atau perbuatannya yang tampak. Intelegensi hanya dapat kita ketahui dengan cara tidak langsung melalui “kelakuan intelegensinya”.
·           Bagi suatu perbuatan intelegensi bukan hanya kemapuan yang dibawa sejak lahir saja, yang penting faktor-faktor lingkungan dan pendidikan pun memegang peranan.
·           Bahwa manusia itu dalam kehidupannya senantiasa dapat menentukan tujuan-tujuan yang baru, dapat memikirkan dan menggunakan cara-cara untuk mewujudkan dan mencapai tujuan itu.

Ciri-ciri intelegensi yaitu :
1.      Intelegensi merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional (intelegensi dapat diamati secara langsung).
2.      Intelegensi tercermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan dan pemecahan masalah yang timbul daripadanya. Teori yang cukup banyak dianut adalah bahwa intelegensi terdiri dari suatu faktor G (General faktor) dengan berbagai faktor-faktor S (Specifik Faktor). Faktor G bukanlah sekedar penjumlahan dari faktor-faktor S. Masing-masing merupakan suatu kesatuan yang memiliki kualitas sendiri.

1.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi

a.       Pengaruh Faktor Bawaan
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka berkolerasi tinggi ( + 0,50 ), orang yang kembar ( + 0,90 ) yang tidak bersanak saudara ( + 0,20 ), anak yang diadopsi korelasi dengan orang tua angkatnya ( + 0,10 - + 0,20 ).
b.      Pengaruh Faktor Lingkungan
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dengan intelegensi seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang amat penting selain guru, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada masa-masa peka).
c.       Stabilitas Intelegensi Dan IQ
Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi merupakan suatu konsep umum tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari suatu tes intelegensi itu (yang notabene hanya mengukur sebagai kelompok dari intelegensi). Stabilitas inyelegensi tergantung perkembangan organik otak.
d.      Pengaruh Faktor Kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya.
e.       Pengaruh Faktor Pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi.
f.       Minat dan Pembawaan yang Khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
g.      Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.
Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain. Untuk menentukan intelegensi atau tidaknya seorang anak, kita tidak dapat hanya berpedoman kepada salah satu faktor tersebut, karena intelegensi adalah faktor total. Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan intelegensi seseorang.
2.      Intelegensi dan IQ
IQ = MA/CA x 100

 
IQ adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan IQ (Intelegence Quotient) hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan. Atau dengan kata lain, IQ menunjukkan ukuran atau taraf kemampuan intelegensi/kecerdasan seseorang yang ditentukan berdasarkan hasil test intelegensi. Sehingga istilah intelegensi tidak dapat disamakan artinya dengan IQ. Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur mental (Mental Age atau MA) dengan umur kronolog (Chronological Age atau CA), skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar penghitungan IQ.

Namun kemudian timbul permasalahan karena MA akan mengalami stograsi dan penurunan pada waktu itu, tetapi CA terus bertambah. Masalah ini kemudian diatasi dengan membandingkan skor seseorang dengan skor orang lain dalam kelompok umur yang sama. Cara ini disebut “perhitungan IQ berdasarkan norma dalam kelompok (Within Group Normal) dan hasilnya adalah IQ penyimpangan atau deviation IQ.
3.      Pengukuran Intelegensi

a.         Tes Binet Simon
b.         Tes Stanford Binet
c.         Teori Faktor-faktor G dan S
d.        Teori Multifaktor
e.         Kognisi : proses kognitif
f.          Tes Intelegensi Klasikal

4.      Validitas dan Reliabilitas Tes Intelegensi
Test intelegensi kebanyakan menggunakan prestasi sekolah sebagai promotor atau kriteria utamanya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tes intelegensi memang mempunyai korelasi yang amat tinggi dengan prestasi sekolah. Jadi dalam hal ini tes tersebut valid.
Pertanyaan validitas, dan khususnya reliabilitas tes intelegensi menyangkut pada pengaruh budaya. Bila tes dapat dibuat sama sekali tidak dipengaruhi oleh budaya (Culture Fair atau Culture Free) maka tes tersebut dapat diharapkan reliabel (dapat dipakai di mana saja).
5.      Intelegensi dan Bakat
Kemampuan-kemampuan yang spesifik memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau keterampilan itu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut bakat atau aptitude. Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut aptitude tes atau tes bakat.
6.      Intelegensi dan Kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari prilaku yang intelegen, karena kretivitas yang merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif, meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan intelegensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan, tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas. Di sini secara garis besar akan diketemukan berbagai konsepsi mengenai intelegensi.
Konsepsi-konsepsi itu pada dasarnya digolongkan menjadi 5 kelompok yaitu :
·           Konsepsi-konsepsi yang bersifat spekulatif
·           Konsepsi-konsepsi yang bersifat pragmatis
·           Konsepsi-konsepsi yang didasarkan atas analisis faktor, yang kiranya dapat kita sebut konsepsi-konsepsi faktor.
·           Konsepsi-konsepsi yang bersifat operasional, dan
·           Konsepsi-konsepsi yang didasarkan atas analisis fungsional, yang kiranya dapat kita sebut konsepsi-konsepsi fungsional.

B.     Pengukuran Intelegensi

1.      Latar Belakang Tes Intelegensi
E. Seguin (1812 – 1880) disebut sebagai pionir dalam bidang tes intelegensi yang mengembangkan sebuah papan yang berbentuk sederhana untuk menegakkan diagnosis keterbelakangan mental. Kemudian usaha ini distandanisir oleh Henry H. Goddard (1906). E. Seguin digolongkan kepada salah seorang yang mengkhususkan diri pada pendidikan anak terkebelakang dan disebut juga bapak dari tes performansi.
Joseph Jasnow (1863 - 1944) adalah merupakan salah satu dari beberapa orang yang pertama kali mengembangkan daftar norma-norma dalam pengukuran psikologis.
G.C. Ferrari (1896) mempublikasikan tes yang bisa dipakai untuk mendiagnosis keterbelakangan mental.
August Oehr mengadakan penelitian inmetasi antara berbagai fungsi psikologis. E. Kraepelin, seorang psikotes menyokong usaha ini, empat macam tes yang dikembangkan, di antaranya yaitu :
1.         Koordinasi motorik.
2.         Asosiasi kata-kata.
3.         Fungsi persepsi.
4.         Ingatan.
Dan E. Kraepelin juga mengembangkan tes intelegensi yang berkaiatan dengan tes penataran aritmatik dan kalkulasi sederhana tahun 1895.
Di samping itu berkembang pula tes yang dipakai untuk kelompok (group). Hal ini diawali dengan tes verbal untuk seleksi tentara (wajib militer) yang disebut dengan Army Alpha. Untuk yang buta huruf atau tidak bisa berbicara bahasa Inggris dipergunakan Army Beta sekitar tahun 1917 – 1918, tes ini dipakai hampir dua juta orang.
2.      Jenis-jenis Tes Intelegensi
Berdasarkan penataannya ada beberapa jenis tes intelegensi, yaitu :
1)      Tes Intelegensi individual, beberapa di antaranya :
·         Stanford – Binet Intelegence Scale.
·         Wechster – Bellevue Intelegence Scale (WBIS).
·         Wechster – Intelegence Scale For Children (WISC).
·         Wechster – Ault Intelegence Scale (WAIS).
·         Wechster Preschool and Prymary Scale of Intelegence (WPPSI).
2)      Tes Intelegensi kelompok, beberapa di antaranya :
·           Pintner Cunningham Prymary Test.
·           The California Test of Mental Makurity.
·           The Henmon – Nelson Test Mental Ability.
·           Otis – Lennon Mental Ability Test.
·           Progassive Matrices.
3)      Tes Intellegensi dengan tindakan perbuatan
Untuk tujuan program layanan bimbingan di sekolah yang akan dibahas adalah tes intelegensi kelompok berupa :
·         The California Test of Mental Maturity (CTMM).
·         The Henmon – Nelson Test Mental Ability.
·         Otis – Lennon Mental Ability Test.
·         Progassive Matrices.



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Intelegensi adalah faktor total, berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di dalamnya seperti ingatan, fantasi, perasaan, perhatian, minat dan sebagainya juga berpengaruh terhadapa intelegensi seseorang. Intelegensi adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru serta perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian.
Ciri-ciri intelegensi yaitu : merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional, tercermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan dan pemecahan masalah yang tombul daripadanya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi: pengaruh faktor bawaan, pengaruh faktor lingkungan, stabilitas intelegensi dan IQ, pengaruh faktor kematangan, pengaruh faktor pembentukan, minat dan pembawaan yang khas, kebebasan.
Keberhasilan adalah suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pelajaran dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan instruksional khusus (TIK) dari bahan-bahan tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada 2, yaitu : faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri, dan faktor yang ada di luar individu yang kita sebut faktor sosial.





DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, Syaiful Bahri dan Drs. Aswan Zain. 1995, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Sukardi, Dewa Ketut. 1988, Analisis Tes Psikologi. Jakarta: Rineka Cipta.

0 komentar:

Posting Komentar