BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengkajian filosofis terhadap pendidikan mutlak diperlukan
karena membantu dalam memberikan
informasi tentang hakikat manusia sebagai dirinya sendiri baik secara horizontal
maupun secara vertikal. Sehingga kajian tentang realitas sangat dibutuhkan dalam menentukan tujuan akhir
pendidikan. Terdapat banyak alasan untuk mempelajari filsafat
pendidikan, khususnya apabila ada pertanyaan rasional yang seyogyanya tidak
dapat dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu pendidikan. Pakar dan praktisi
pendidikan memandang filsafat yang membahas konsep dan praktik pendidikan
secara komprehensif sebagai bagian yang sangat penting dalam menentukan
keberhasilan pendidikan. Terlebih lagi, di tengah arus globalisasi dan
modernisasi yang melaju sangat pesat, pendidikan harus diberi inovasi agar
tidak ketinggalan perkembangan serta memiliki arah tujuan yang jelas. Di
sinilah perlunya konstruksi filosofis yang mampu melandasi teori dan praktek
pendidikan untuk mencapai keberhasilan substantif.
Disisi lain, kajian filosofis memberikan informasi yang berkaitan dengan pengetahuan, sumber
pengetahuan, nilai, dan Seperti
bagaimanakah pengetahuan itu diperoleh, bagaimana manusia dapat memperoleh nilai
tersebut. Dengan nilai tersebut apakah pendidikan layak untuk diterapkan dan
lebih jauh akan membantu untuk menentukan bagaimana seharusnya pendidikan itu
dilaksanakan. Pendidikan disisi lain tidak bisa melepaskan tujuan untuk
membentuk peserta didik yang memiliki nilai-nilai mulai spritual, agama,
kepribadian dan kecerdasan. Praktek pendidikan memerlukan teori pendidikan, karena
teori pendidikan akan memberikan manfaat antara lain: (1) Sebagai pedoman
untuk mengetahui arah dan tujuan yang akan dicapai; (2) Mengurangi kesalahan-kesalahan
dalam praktek pendidikan karena dengan memahami teori dapat dipilih mana yang
boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan; (3) Sebagai tolok ukur untuk
mengetahui sampai sejauh mana keberhasilan pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Realisme
Aliran
Realisme adalah aliran filsafat yang memandang bahwa dunia materi di luar
kesadaran ada sebagai suatu yang nyata dan penting untuk kita kenal dengan
mempergunakan intelegensi. Segala yang di amati oleh panca indera kita adalah
suatu kebenaran. Objek indera kita adalah real, yaitu benda-benda ada, adanya
itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita
persepsikan, atau ada hubungannya dengan fikiran kita. Yang real, berarti yang
aktual atau yang ada. Kata tersebut menunjuk kepada benda-benda atau
kejadian-kejadian yaang sungguh-sungguh. Artinya, yang bukan sekedar khayalan
atau apa yang ada dalam fikiran kita. Reality adalah keadaan atau sifat benda
yang real, atau yang ada. Yakni, bertentangan dengan yang hanya Nampak.
Secara
umum realisme berarti kepatuhan kepada fakta, kepada apa yang terjadi, jadi
bukan kepada apa yang di harapkan atau kepada apa yang di ingin kan. Akan
tetapi dalam filsafat, kata realisme di pakai dalam arti yang lebih teknis.
Dalam arti filsafat
yang sempit, realisme berarti anggapan bahwa obyek indera kita adalah real,
benda benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita
ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran kita.
Lebih lanjut
pandangan-pandangan aliran realisme dapat di kemukakan sbb:
Objek (dunia)
luar ini adalah nyata pada sendirinya dan untuk adanya itu tidak tergantung
dari macam jiwa apapun.
Benda atau
sesuatu hal adalah berbeda dengan jiwa yang mengetahuinya. Jadi ada perbedaan
antara benda yang sesungguhnya dengan benda yang nampak di hadapan manusia.
Benda yang
sesungguhnya baru dapat di ketahui dengan cara-cara langsung atau tidak
langsung melalui penelitian.
Ide mengetahui
sesuatu benda atau hal, baru dapat merupakan kenyataan yang sesungguhnya, bila
ide ( gagasan) tersebut merupakan
pengetahuan yang tepat mengenai benda atau hal itu.
Bahwa
pengetahuan mengenai sesuatu dan kenyataan mengenai sesuatu itu adalah hasil
pertemuan antara jiwa dan benda atau hal.
Menurut common sense “ kita tak dapat
melepaskan diri dari fakta bahwa terdapat perbedaan antara benda dan ide. Bagi
common sense biasa, ide adalah ide tentang suatu benda, suatu pikiran dalam
akal kita yang menunjuk suatu benda. Dalam hal ini benda adalah realitas dan ide adalah” bagaimana benda itu nampak kepada kita”. Oleh karena itu maka pikiran kita harus menyesuaikan
diri dengan benda-benda , jika ia mau menjadi benar, yakni jika kita ingin agar
ide kita menjadi benar, jika ide kita tidak cocok dengan bendanya, maka ide itu
salah dan tak berfaedah.
Ada dua macam yang berkembang dari realisme,
yaitu
1.
New Realisme (
Realisme Baru )
Realisme
baru berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui sesuatu sebagaimana ia nampak oleh
indera-indera, jadi pengalaman merupakan faktor yang penting. Sesuatu yang
diketahui manusi berada di luar manusia. Pengetahuan atau kenyataan dari
sesuatu objek itu adalah berkenaan dan menjadi milik objek itu, bukan milik ide
atau konsep-konsep belaka.
2.
Realisme Kritik
Realisme
kritik, berpendapat sangat sederhana. Bila sesuatu itu dapat diketahui dengan
cepat, dan betul sebagaimana adanya, mengapa masih dapat timbul
kesimpangsiuran, ilusi dari kenyataan. Untuk itu di ajukan pendapat, bahwa
untuk mengetahui kenyataan, setidak-tidaknya di dunia ini ada 2 entitas yaitu:
1. Benda-benda
materiil
2. Keadaan
jiwa atau ide ( gagasan-gagasan)
Dalam
usaha manusia meyakinkan dirinya mengenai kenyataan, yang berpesan adalah
perangsang yang berasal dari materiil, juga indera dalam menangkap kesan untuk
di salurkan kepada jiwa yang akan menentukan kesimpulan. Indera melakukan
transfer, sehingga kesan-kesan tersebut
menjadi etitas kejiwaan.
Karena
itu dalam bekerjanya, entitas itu lalu menjadi tiga bagian, yaitu:
1.
Orang yang
mengetahui
2.
Objek yang
menjadi sasaran untuk diketahui
3.
Data indera
sebagai dasar penyimpulan
TOKOH TOKOH ALIRAN
REALISME
1. Aristoteles
(384-322 SM)
Plato percaya
bahwa materi tidak mempunyai akhir realitas dan bahwa kita seharusnya
memperhatikan diri kita sendiri dengan ide-ide. Adalah seorang murid Plato
yaitu Aristoteles, lebih lanjut, telah mengembangkan gagasan bahwa sementara
gagasan-gagasan mungkin penting bagi diri mereka sendiri, pembelajaran yang
utama tentang materi mengantarkan kita pada gagasan-gagasan yang jelas yang
lebih baik. Aristoteles belajar dan mengajar di Akademi milik plato kurang
lebih selama dua puluh tahun kemudian dia membuka sekolah sendiri, Lysium.
Perbedaannya denga plato dikembangkan secara teratur dan dalam penghormatan
yang tinggi dia tidak pernah keluar dari bawah pengaruh pemikiran Plato.
Menurut
Aristoteles, gagasan-gagasan (atau bentuk-bentuk), seperti ide tentang Tuhan
atau ide-ide tentang sebuah pohon bisa ada walaupun tanpa materi, tapi tidak
ada materi yang ada tanpa bentuk. Setiap bagian dari materi memiliki baik
sebuah sifat penting/tertentu yang menyuluruh. Sifat penting dari sebuah biji
pohon, sebagai contoh, merupakan hal-hal yang penting bagi biji dan itulah
perbedaan biji dari semua biji yang lain. Sifat-sifat ini termasuk ukuranya,
bentuk, berat dan warna. Tidak ada biji yang serupa sama sekali, jadi
kita bisa mengatakan bahwa beberapa sifat penting dari suatu biji sebagaimana
perbedaan yang mendasar dari hal hal pada semua biji yang lain. Hal ini bisa
disebut dengan “bebijian” dan itu adalah hal yang universal dengan semua biji
yang lain. Mungkin hal ini bisa dipahami lebih baik dengan mengembalikan pada
manusia pada poin ini. Orang, juga, berbeda dalam sifat-sifat tertentu mereka.
Mereka memiliki perbedaan bentuk dan ukuran, dan tak ada dua orangpun yang sama
persis. Karena semua manusia sesungguhnya berpegang pada sesuatu yang
universal, dan ini bisa disebut dengan “kemanusiaan” mereka. Baik kemanusiaan
dan bebijian adalah realitas dan mereka ada secara bebas dan dihargai bagi satu
jenis sifat manusia atau biji apapun. Dengan demikian, kita bisa
mengatakan bahwa bentuk-bentuk (universal, gagasan, atau esensi) adalah
aspek-aspek non-material dari masing-masing objek materi tertentu yang
menghubungkan pada semua objek-objek penting lainnya dari kelas tersebut.
Berpikir pada non-material mungkin kita bisa sampai padanya dengan menguji
objek-objek material yang ada dalam diri mereka sendiri, terbebas dari kita.
Aristoteles berkeyakinan kita harus banyak terlibat dalam mempelajari dan
memahami ralitas pada benda-benda itu semua. Memang, dia setuju dengan Plato
dalam posisinya. Bagaimanapun juga mereka berbeda, dalam hal tadi Aristoteles
merasa seseorang bisa mendapatkan suatu bentuk dari pembelajaran benda-benda
materi tertentu, dan Plato yakin bentuk bisa dicapai hanya dengan melalui
beberapa jenis alasan yang dialektis.
2. Francic
Bacon (1561-1626)
Frncic Bacon
bukan hanya seorang filosuf tapi juga politisi di istana Elizabet I dan Jamel I
sejarah menunjukkan Francic Bacon tidak hanya berhasil dalam usaha-usaha
politisnya ( dia dipindhakan dari kantornya karena tingkah lakunya yang memalukan),karena
catatannya dalam perkembangan filosofis agak lebih impresif (mengesankan
),latihan-latihan filosofis Bacon adalah ambisius meskipun tidak ada
kecondongan dalam bidangnya,dia mengklaim untuk mengambil semua pengetahuan
seperti lapangan penyelidikannya yang hampir dia mencapai kesaksian bagi
kejeniusannya.Barangkali,karyanya yang paling terkenal adalah Novum
Organum, yang mana didalamnya dia menentang logika pengikut
Ariestoteles.
Bacon
menyerang pengikut Aristoteles untuk memberi masukan terhadap
perkembangan sains yang lesu, permasalan dengan teologi adalah yang
diawali dogmatis dan sebuah asumsi pendahuluan dan kemudian menarik kesimpulan
bagaimana juga, bacon menuduh bahwa sains(ilmu) tidak dapat meneruskan
cara/ jalan ini,karena sains harus memperhatikan inguiri( penyelidikan) yang
murni dan sederhana,inguiri tidak dibatasi dengan dugaan-dugaan yang
dipertimbangkan,bacon berpedoman bahwa sains harus mulai dengan gaya ini dan
harus mengembangkan metode-metode penyelidikan yang bisa diterima/
dipercaya,kita bisa bebas dari ketergantungan dengan kejadian pada bakat-bakat
yang jarang dan mampu mengenmbangkan melalui kegunaan metode tersebut. Bacon
meyakini “pengetahuan adalah kekuatan ” dan itu melalui pengakuan pengetahuan
yang kita bisa sesuaikan secara kebih efektif dengan masalah-masalah dan
kekuatan yang menyerang disetiap sisi untuk mernyempurnakan hal-hal ini, dia
menemukan apa yang dia sebut metode induktif.
Bacon
menentang logika pengikut Aristoteles utamanya karena dia berfikir itu
menghasilkan banyak kesalahan, utamnya mengenai fenomena sebagai contoh
pemikiran regelius seperti Thomas Aquinas dan scholastic(orang-orang skolastik
)yang menerima axiomatis(hal yang sudah jelas kebenarannya) mempercai tenteng
Tuhan,bahwa dia ada,apa adanya,semua kegiatan dan sebagainya-dan kemudian
mereka menyimpulkan semua macam hal tentang kagunaan kekuatan Tuhan,
intervensinya dalam urusan-urusan manusia dan sebagainya. Pendekatan induktif
bacon,yang mempertanyakan bahwa kita memulai dengan bagian yang bisa diamati
dan kemudian memberikan alasan untuk pernyataan-pernyataan atau hokum-hukum
yang general, menyerang balik pendekatan skolastik, karena hal itu
menuntut verifikasi(pembaharuan) bagian khusus sebelum pembenaran(pemberian
hukum) dibuat sebagai contoh,setelah pengamatan bagian pada air yang membeku
pada suhu 32 fahrenheit, kita mungkin kemudiaan menetapkan sebuah hukum umum
bahwa air membeku pada suhu 32 fahrenheit. Hukum ini valid, bagaimanapun,hanya
sepanjang air itu berlanjut membeku pada suhu ini. Jika, karena sebuah
perubahan dalam keadaan atmosfir atau keadaan bumi, air tidak lebih lama
membeku pada suhu 32 fahrenheit, kemudian kita akan diwajibkan untuk mengubah
atau mengganti hukum kita melalui deduksi, seseorang mungkin juga mengubah
keyakinan-keyakinan tapi ketika seseorang memulai dengan kebenaran-kebenaran
yang mutlak, dia sedikit perlu untuk mengubah mereka dari pada
ketika dia memulai dengan data yang netral.
2.2 Konsep
Pendidikan
Berikut ini kita akan
membahasa konsep pendidikan mengenai pengertian pendidikan dan gambaran
pendidikan menurut masing-masing bentuk aliran realisme.
1. Realisme Rasional
Realisme
klasik berpandangan bahwa manusia sebenarnya memiliki ciri rasional.
Dengan demikian manusia dapat menjangkau kebenaran umum. Eksistensi Tuhan
merupakan penyebab pertama dan utama realistas alam semesta. Memperhatikan
intelektual adalah penting bukan saja sebagai tujuan melainkan sebagai alat
untuk memecahkan masalah. Menurut realisme klasik pengalaman manusia penting
bagi pendidikan. Menurut Aristoteles, terdapat aturan moral universal yang
diperoleh dengan akal dan mengikat manusia sebagai mahluk rasional. Manusia
sempurna menurutnya adalah manusia sempurna yang mengambil jalan tengah. Konsep
pendidikan pada anak bahwa anak harus diajarkan ukuran moral yang absolut dan
universal karena baik dan benar adalah untuk seluruh umat manusia. Kebiasaan
baik harus dipelajari karena kebaikan tidak datang dengan sendirinya
Sedangkan
menurut realisme religius bahwa kenyataan itu dipandang berbentuk natural dan
supernatural. Pandangan filsafat ini menitik beratkan pada hakikat kebenaran
dan kebaikan. Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan diri guna
mencapai kebenaran abadi. Kebenaran bukan dibuat melainkan sudah ditentukan dan
belajar harus mencerminkan kebenaran itu. Menurut Cornerius pendidikan harus
universal, seragam dan merupakan suatu kewajiban dimulai dengan pendidikan yang
lebih rendah.
2. Realisme Natural
Menurut
realisme natural pengetahuan yang diakui adalah pengetahuan yang diperoleh
melalui pengalaman empiris dengan jalan observasi atau pengamatan indera. Para
pengikut realisme natural mengikuti teori pengatahuan empirisme yang mengatakan
pengalaman merupakan faktor fundamental dalam pengetahuan dan merupakan sumber
pengetahuan manusia.
Pendidikan
berkaitan dengan dunia di sini dan sekarang. Dunia diatur oleh hukum alam.
Pendidikan menurut aliran realisme natural haruslah ilimiah dan yang menjadi
objeknya adalah kenyataan dalam alam.
3. Realisme kritis.
Menurut
pandangan Breed filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip
demokrasi. Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai pengarah
terhadap tuntunan sosial dan individual. Menurut Imanuel Kant , pengetahuan
mulai dari pengalaman namun tidak semiuanua dari pengalaman. Pikiran tanpa
isi adalah kosong dan tanggapan tanpa konsepsi adalah buta.
Menurut Henderson ke
semua bentuk aliran realisme pendidikan menyetujui bahwa:
a.
Proses
pendidikan berpusat pada tugas mengembangkan laki-laki dan wanita menjadi hebat
b.
Tugas manusia di
dunia adalah memajukan keadilan dan kesejahteraan umum
c.
Tujuan akhir
pendidikan adalah memecahkan masalah-masalah pendidikan.
2.3 Aliran Filsafat Realisme
dalam Pendidikan
Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa
pengetahuan manusia itu adalah gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran.
Konsep filsafat menurut aliran realisme adalah:
1. Metafisika-realisme; Kenyataan
yang sebenarnya hanyalah kenyataan fisik (materialisme); kenyataan
material dan imaterial (dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari
berbagai kenyataan (pluralisme)
2. Humanologi-realisme; Hakekat
manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakan. Jiwa merupakan sebuah
organisme kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir
3. Epistemologi-realisme; Kenyataan
hadir dengan sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia,
dan kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat diperoleh melalui
penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa
kesesuaiannya dengan fakta
4. Aksiologi-realisme; Tingkah laku
manusia diatur oleh hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu, dan pada
taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang
telah teruji dalam kehidupan.
Dalam hubungannya dengan
pendidikan, pendidikan harus universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang
paling rendah, dan merupakan suatu kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang
paling rendah, anak akan menerima jenis pendidikan yang sama. Pembawaan dan sifat
manusia sama pada semua orang. Oleh karena itulah, metode, isi, dan proses
pendidikan harus seragam. Namun, manusia tetap berbeda dalam derajatnya, di
mana ia dapat mencapainya. Oleh karena itu, pada tingkatan pendidikan yang
paling tinggi tidak boleh hanya ada satu jenis pendidikan, melainkan harus
beraneka ragam jenis pendidikan. Inisiatif dalam pendidikan terletak pada
pendidik bukan pada peserta didik. Materi atau bahan pelajaran yang baik adalah
bahan pelajaran yang memberi kepuasan pada minat dan kebutuhan pada peserta
didik. Namun, yang paling penting bagi pendidik adalah bagaimana memilih bahan
pelajaran yang benar, bukan memberikan kepuasan terhadap minat dan kebutuhan
pada peserta didik. Memberi kepuasan terhadap minat dan kebutuhan siswa hanyalah
merupakan alat dalam mencapai tujuan pendidikan, atau merupakan strategi
mengajar yang bermanfaat.
2.4 Pengaruh Realisme Dalam Pendidikan
Dalam pandangan realisme
kemampuan dasar dalam proses kependidikan yang di alami lebih ditentukan
perkembangannya oleh pendidikan atau lingkungan sekitar, karena empiris (
pengalaman) pada hakikatnya yang membentuk manusia.
Pandangan realita terhadap
tugas pengembangan kepribadian manusia adalah dipikul orang tua dan para guru
pada tiap periode berlangsung, yaitu anak didik harus semakin bertambah
kegiatan belajarnya utuk menghayati kehidupan dari kelompoknya ( masyarakatnya)
serta mau meneriama tanggung jawab yang wajar dalam kaitannya dengan kehidupan
tersebut kaum realis menyatakan
kebudayaan adalah tugas besar pertama dalam pendidikan. Tujuan utama dan asli
dalam pedidikan sangat dirasakan oleh orang tua dan guru yang bertanggung jawab
pada tiap periode yang berjalan, bahwa anak harus bertambah kegiatan belajarnya
untuk menghayati kehidupan kelompoknya
(masyarakatnya) serta menerima tanggung jawab secara wajar terhadap
hal-hal yang berkaitan engan kehidepan ini
2.5 Implikasi Filsafat Realisme Dalam
Pendidikan
Dalam
hubungannya dengan pendidikan, pendidikan harus universal, seragam, dimulai
sejak pendidikan yang paling rendah, dan merupakan suatu kewajiban. Pada
tingkat pendidikan yang paling rendah, anak akan menerima jenis pendidikan yang
sama. Pembawaan dan sifat manusia sama pada semua orang.
Oleh
karena itulah, metode, isi, dan proses pendidikan harus seragam. Namun, manusia
tetap berbeda dalam derajatnya, di mana ia dapat mencapainya. Oleh karena itu,
pada tingkatan pendidikan yang paling tinggi tidak boleh hanya ada satu jenis
pendidikan, melainkan harus beraneka ragam jenis pendidikan. Inisiatif dalam
pendidikan terletak pada pendidik bukan pada peserta didik. Materi atau bahan
pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran yang memberi kepuasan pada minat dan
kebutuhan pada peserta didik. Namun, yang paling penting bagi pendidik adalah
bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar, bukan memberikan kepuasan
terhadap minat dan kebutuhan pada peserta didik. Memberi kepuasan terhadap
minat dan kebutuhan siswa hanyalah merupakan alat dalam mencapai tujuan
pendidikan, atau merupakan strategi mengajar yang bermanfaat.
Pendidikan dalam realisme memiliki keterkaitan
erat dengan pandangan John locke bahwa akan pikiran jiwa manusia tidak
lain adalah tabula rasa, ruang kosong tak ubahnya kertas putih kemudian
menerima impresi dari lingkungan. Oleh karena itu pendidikan dipandang
dibutuhkan karena untuk membentuk setiap individu agar mereka
menjadi sesuai dengan apa yang dipandang baik. Dengan demikian,
pendidikan dalam realisme kerap indentikkan sebagai upaya pelaksanaan psikologi
behavioristik kedalam ruang pengajaran. (Wangsa Gandhi HW, Teguh. 2011: 143).
Behaviorisme dari kata behave yang berarti
berperilaku dan isme berarti aliran. Behavorisme merupakan pendekatan dalam
psikologi yang didasarkan atas proposisi (gagasan awal) bahwa perilaku dapat
dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah. Dalam melakukan penelitian, behavioris
tidak mempelajari keadaan mental.
Jadi, karakteristik esensial dari pendekatan
behaviorisme terhadap belajar adalah pemahaman terhadap kejadian-kejadian di
lingkungan untuk memprediksi perilak seseorang, bukan pikiran, perasaan,
ataupun kejadian internal lain dalam diri orangtersebut. Fokus
behaviorisme adalah respons terhadap berbagai tipe stimulus. Para tokoh yang
memberikan pengaruh kuat pada aliran ini adalah Ivan Pavlov dengan teorinya
yang disebut classical conditioning, John B. Watson yang dijuluki
behavioris S-R (Stimulus-Respons), Edward Thorndike (dengan teorinya Law of
Efect), dan B.F. Skinner dengan teorinya yang disebut operant
conditioning.
Dalam
kaitannya dengan hakikat nilai, realisme menyatakan bahwa standar tingkah laku
manusia diatur oleh hukum alam, dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh
kebijaksanaan yang telah teruji dalam kehidupan Pendidikan dalam pandangan
realisme adalah proses perkembangan intelegensi, daya kraetif dan sosial
individu yang mendorong pada terciptanya kesejahteraan umum. Pendidikan yang
berdasarkan realisme konsisten dengan teori belajar S-R. Dengan demikian
pendidikan juga dapat diartikan sebagai upaya pembentukan tingkah laku oleh
lingkungan
Menurut alairan realisme murid adalah yang
mengalami inferiorisasi berlebih sebab dia dipandang sama sekali tidak
mengetahui apapun kecuali apa-apa yang telah pendidikan berikan. Disini
dalam pengajaran setiap siswa akan subjek tidik tak berbeda dengan robot,
ia mesti tunduk dan patuh setunduk-tunduknya untuk diprogram dan mengerti
materi-materi yang telah di tetapkan sedemikian rupa.
Pada ujung pendidikan, realisme memiliki
proyeksi ketika manusia akan dibentuk untuk hidup dalam nilai-nilai
yang telah menjadi common sense sehingga mereka mampu
beradaptasi dengan lingkungan-lingkungan yang ada. Sisi buruk model
pendidikan dalam hal ini cenderung banyak dikendalaikan.
Corak lain pendidikan realisme adalah tekanan-tekanan
hidup yang terarah dalam pengaturan-pengaturan serta keteraturan yang bersifat
mekanistik. Meskipun tidak semua pengaturan yang bersifat mekanistik
buruk, apa yang diterapkan oleh realisme dalam ruang pendidikan
melahirkan berbagai hal kemudian menuai banyak kecaman sebab dinilai telah
menjadi penyebab dehumanisasi (Wangsa Gandhi HW, Teguh. 2011: 143-144).
Menurut
Power (1982), implikasi filsafat pendidikan realisme adalah sebagai berikut:
1. Tujuan: penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial
2. Kurikulum: komprehensif mencakup semua pengetahuan
yang berguna berisi pentahuan umum dan pengetahuan praktis
3. Metode: Belajar tergantung pada pengalaman baik
langsung atau tidak langsung. Metodenya harus logis dan psikologis. Metode
pontiditioning (Stimulua-Respon) adalah metode pokok yang digunakan
4. Peran peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang
handal dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik
adalah esensial dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk
memperoleh hasil yang baik
5. Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan,
terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi peserta didik.
BAB
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aliran Realisme
adalah aliran filsafat yang memandang bahwa dunia materi di luar kesadaran ada
sebagai suatu yang nyata dan penting untuk kita kenal dengan mempergunakan
intelegensi. Segala yang di amati oleh panca indera kita adalah suatu
kebenaran.
Pengaruh aliran realisme dalam pendidikan, kemampuan
dasar dalam proses kependidikan yang di alami lebih ditentukan perkembangannya
oleh pendidikan atau lingkungan sekitar, karena empiris ( pengalaman) pada
hakikatnya yang membentuk manusia.
3.2
Saran
Semoga pembaca dapat mengetahui hasil paparan makalah
ini, serta mengetahui bagaimana pengaruh aliran realisme dalam pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Amri,
Amsal, 2009. Filsafat Pendidikan. Banda Aceh: Yayasan PeNA Banda Aceh.
Suhar,
2009. Filsafat Umum konsepsi. Sejarah dan Aliran. Jakarta: Gaung
Persada Press Jakarta
Tafsir,
Ahmad, 2008. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Kattsoff,
Louis O, 2004. Pengantar Filsafat. ( Di Indonesiakan oleh Soejono Soemargono)
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
0 komentar:
Posting Komentar