SEJARAH PENANGGALAN
A. Sejarah Penanggalan Masehi
Masehi adalah nama
lain dari Isa Almasih dalam keyakinan Nasrani. Sejarahnya, menurut
catatan di Encarta Reference Library Premium 2005, orang pertama yang
membuat penanggalan kalender adalah seorang kaisar Romawi yang terkenal
bernama Gaisus Julius Caesar.
Itu dibuat pada tahun 45 SM jika mengunakan standar tahun
yang dihitung mundur dari kelahiran Yesus Kristus.
Tapi pada perkembangannya, ada seorang pendeta Nasrani yang bernama
Dionisius yang kemudian memanfaatkan’ penemuan kalender dari Julius Caesar ini
untuk diadopsi sebagai penanggalan yang didasarkan pada tahun kelahiran Yesus
Kristus. Itu sebabnya, penanggalan tahun setelah kelahiran Yesus
Kristus diberi tanda AD (bahasa Latin:Anno Domini yang berarti: in
the year of our lord) alias Masehi. Sementara untuk jaman prasejarahnya
disematkan BC (Before Christ) alias SM (Sebelum Masehi) Lalu Pope (Paus) Gregory III kemudian
memoles kalender yang sebelumnya dengan beberapa modifikasi dan kemudian mengukuhkannya sebagai sistem penanggalan
yang harus digunakan oleh seluruh bangsa Eropa, bahkan kini di seluruh
negara di dunia dan berlaku umum bagi siapa saja. Kalender Gregorian yang kita kenal sebagai kalender masehi dibuat
berdasarkan kelahiran Yesus Kristus dalam keyakinan Nasrani. “The Gregorian calendar
is also called the Christian calendar because it uses the birth of Jesus Christ
as a starting date.”, demikian keterangan dalam Encarta.
Di jaman Romawi, pesta tahun baru adalah untuk menghormati Dewa Janus (Dewa
yang digambarkan bermuka dua-ini bukan munafik maksudnya, tapi merupakan Dewa
pintu dan semua permulaan. Jadi mukanya dua: depan dan belakan, Kemudian
perayaan ini terus dilestarikan dan menyebar ke Eropa (abad permulaan
Masehi). Seiring muncul dan
berkembangnya agama Nasrani, akhirnya perayaan ini diwajibkan oleh para
pemimpin gereja sebagai satu perayaan “suci” sepaket dengan Natal . Itulah sebabnya mengapa kalo ucapan Natal dan Tahun baru
dijadikan satu
Perhitungan kalender Masehi berdasarkan pada rotasi bumi
(perputaran bumi pada porosnya) dan revolusi bumi (peredaran bumi mengelilingi
matahari). Menurut sistem Yustisian 1 tahun = 365,25 hari dan hitungan kesatu
(tahun pertama masehi) dimulai pada kelahiran Yesus menurut keyakinan kaum Nasrani.
Dasar perhitungan menurut sistem Yustisian tersebut adalah : pertama, rotasi
bumi disebut satu hari = 24 jam dan kedua revolusi bumi disebut satu tahun =
365,25 hari. Berdasarkan perhitungan tersebut, Kaisar Romawi pada tahun 47 SM
menetapkan kalender dengan ketentuan, Satu tahun berumur 365 hari dengan kelebihan 6 jam setiap tahun
Setiap
tahun yang keempat atau angkanya habis dibagi 4 maka umurnya menjadi 366 hari
disebut tahun kabisat (tahun panjang), sedangkan tahun biasa (non kabisat atau
tahun pendek) berumur 365 hari. Cara menetapkannya ialah apabila tahun tersebut
habis dibagi 4 berarti tahun kabisat. Misalnya tahun 1995 : 4 = 498,7 bukan
tahun kabisat sedangkan tahun 1996 : 4 = 499 adalah tahun kabisat.
Perkembangan
selanjutnya pada abad ke-16 terjadi pergeseran dari biasanya yaitu musim semi
yang biasanya jatuh pada tanggal 21 Maret telah maju jauh, maka dilakukan suatu
koreksi. Apabila sebelum perhitungan satu tahun adalah 365,25 hari maka sejak
saat itu satu tahun menjadi 365,2425 hari. Itu berdasar pada perhitungan bahwa
revolusi bumi bukan 365 hari lebih 6 jam tetapi tepatnya 365 hari 5 jam 56
menit atau 365 hari lebih 6 jam kurang 4 menit. Oleh sebab itu pada tanggal 21 Maret 1582
terjadi pergeseran sehingga awal musim semi jatuhnya lebih maju di Eropa. Untuk
koreksi akibat adanya pembulatan 4 menit selama 15 abad tersebut maka Paus
Gregorius XIII menetapkan sebagai berikut :
Ø
Setiap tahun tang habis dibagi 100 meskipun
habis dibagi 4 yang menurut ketentuan sebelumnya adalah tahun kabisat tidak lagi
menjadi tahun kabisat. Hal itu karena pembulatan satu hari untuk tahun kabisat
setiap 4 tahun tersebut mendahului beberapa menit dari sebenarnya, maka
diadakan pembulatan lagi pada setiap 100 tahun.
Ø
Setiap 400 tahun sekali diadakan pembulatan
satu hari, jadi meski habis dibagi 100 maka tetap menjadi tahun kabisat. Dasar
perhitungannya adalah dengan kelebihan 4 menit setahun maka 400 tahun menjadi
1600 menit = 26 jam 40 menit.
Untuk menghilangkan
kelebihan dari pembulatan yang telah terjadi sebelumnya maka dilakukan
pemotongan hari, yaitu sesudah tanggal 4 Oktober 1582, hari berikutnya langsung
menjadi tanggal 15 Oktober 1582. jadi tanggal 5 – 14 Oktober 1582 (selama 10
hari) tidak pernah ada dalam penanggalan Masehi.
Dengan dasar
perhitungan koreksi tersebut maka sejak tahun 1600 sampai 2000 terjadi koreksi
3 kali yaitu tahun 1700, 1800 dan 1900. Hal ini adalah karena sesuai ketentuan
sebelum tahun 1582 setiap tahun habis dibagi 4 adalah tahun kabisat. Namun
sejak tahun 1582 berlaku ketentuan baru bahwa setiap tahun yang habis dibagi
100 tidak menjadi tahun kabisat kecuali untuk tahun yang habis dibagi 400.
Dengan demikian tahun 1600 dan 2000 tetap tahun kabisat karena habis dibagi
400. tahun yang habis dibagi 4 yang tidak menjadi tahun kabisat untuk masa
setelah tahun 2000 adalah tahun 2010, 2200, 2300 sedangkan tahun 2400 tetap
tahun kabisat karena habis dibagi 400.
Sistem penanggalan sudah dipakai oleh umat manusia sejak
ribuan tahun lalu. Penanggalan yang umum dipakai di dunia ada tiga buah.
Penanggalan Masehi, penanggalan Hijriah (Islam) dan penanggalan China. Tapi
diantara yang tiga tersebut yang paling umum dan banyak digunakan di seluruh
dunia adalah penanggalan Masehi.
a. Penanggalan Romawi
Pada abad ke-VII, penanggalan Romawi mulai diperkenalkan.
Penanggalan itu mempunyai 10 bulan dengan 304 dalam satu tahun. Bulan MAret
sebagai bulan awal. Sementara Januari dan Februari ditambahkan pada waktu
berikutnya. Namun pada zaman itu, sistem penenggalan dapat diubah seenaknya
oleh para Kaisar Romawi untuk berbagai tujuan, misalnya untuk memperpanjang
masa pemerintahan dan sebagainya.
b. Penanggalan Julian
Kemudian Kaisar Romawi yang terkenal Julius Caesar
memperbaiki sistem penangalan tersebut dengan berdasar rotasi bumi terhadap
Matahari, yakni sebanyak 365 hari dan 1/4 hari. Dari ¼ hari yang
terkumpul setiap tahunnya kemudian ditambahkan setiap empat tahun sekali ke
dalam perhitungan tahun yang ke empat tersebut, yang dikenal dengan nama tahun
Kabisat. Penanggalan ini dinamakan penanggalan Julian dan menjadi dasar
kalender Masehi sekarang.
c. Penanggalan Gregorian
Setelah cukup lama digunakan, ternyata penanggalan Julian
11 menit dan 14 detik lebih panjang dibanding dengan tahun matahari.
Perbedaan ini terus tyerkumpul hingga tahun 1582 saat titik equinox terjadi
(dimana siang malam sama lama-red.). Hal ini mengakibatkan perhitungan hari
sebenarnya kurang 10 hari. Kemudian Paus Gregorius XIII mengeluarkan maklumat
pada Konsili Nicea I, bahwa gereja menambahkan 10 hari dari penanggalan Julian.
Ia juga menetapkan bahwa tahun-tahun dalam setiap abad yang dapat dibagi
dengan 400 adalah tahun kabisat. Mengacu kepada pembuatnya penanggalan ini disebut
Penanggalan Gregorian.
Penanggalan ini menggunakan
patokan tahun pertama kelahiran Yesus sebagai tahun 1 Masehi. Sehingga
tahun-tahun sesudahnya disebut Anno Domini atau AD, sedangkan tahun sebelum
kelahiran Yesus disebut Before Christ atau BC.
B. Sejarah Penanggalan
Hijriah
Pada tahun 682 Masehi,
‘Umar bin Al Khaththab yang saat itu menjadi khalifah melihat sebuah masalah.
Negeri Islam yang semakin besar wilayah kekuasaannya menimbulkan berbagai
persoalan administrasi. Surat menyurat antar gubernur atau penguasa daerah
dengan pusat ternyata belum rapi karena tidak adanya acuan penanggalan.
Masing-masing daerah menandai urusan muamalah mereka dengan sistem kalender
lokal yang seringkali berbeda antara satu tempat dengan lainnya. Maka, Khalifah ‘Umar
memanggil para sahabat dan dewan penasehat untuk menentukan satu sistem
penanggalan yang akan diberlakukan secara menyeluruh di semua wilayah kekuasaan
Islam.
Sistem penanggalan
yang dipakai sudah memiliki tuntunan jelas di dalam Al Qur’an, yaitu sistem
kalender bulan (qamariyah). Nama-nama bulan yang dipakai adalah nama-nama bulan
yang memang berlaku di kalangan kaum Quraisy di masa kenabian. Namun ketetapan
Allah menghapus adanya praktek interkalasi (Nasi’). Praktek Nasi’ memungkinkan
kaum Quraisy menambahkan bulan ke-13 atau lebih tepatnya memperpanjang satu
bulan tertentu selama 2 bulan pada setiap sekitar 3 tahun agar bulan-bulan
qamariyah tersebut selaras dengan perputaran musim atau matahari. Karena itu
pula, arti nama-nama bulan di dalam kalender qomariyah tersebut beberapa di
antaranya menunjukkan kondisi musim. Misalnya, Rabi’ul Awwal artinya musim semi
yang pertama. Ramadhan artinya musim panas.
Praktek Nasi’ ini juga
dilakukan atau disalahgunakan oleh kaum Quraisy agar memperoleh keuntungan
dengan datangnya jamaah haji pada musim yang sama di tiap tahun di mana mereka
bisa mengambil keuntungan perniagaan yang lebih besar. Praktek ini juga
berdampak pada ketidakjelasan masa bulan-bulan Haram. Pada tahun ke-10 setelah
peristiwa hijrah, Allah menurunkan ayat yang melarang praktek Nasi’ ini:
“Sesungguhnya bilangan
bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu
Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram…” [At Taubah
(9): 38]
“Sesungguhnya
mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan
orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya
pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat
mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka
menghalalkan apa yang diharamkan Allah… ” [At Taubah (9): 39]
a. Peristiwa Hijrah
sebagai Tonggak Kalender Islam
Masalah selanjutnya
adalah menentukan awal penghitungan Kalender Islam ini. Apakah akan memakai
tahun kelahiran Nabi Muhammad seperti orang Nasrani? Apakah saat kematian
beliau? Ataukah saat Nabi diangkat menjadi Rasul atau turunnya Al Qur’an?
Ataukah saat kemenangan kaum Muslimin dalam peperangan
Ternyata pilihan
majelis Khalifah ‘Umar tersebut adalah tahun di mana terjadi peristiwa Hijrah.
Karena itulah, kalender Islam ini biasa dikenal juga sebagai kalender Hijriyah.
Kalender tersebut dimulai pada 1 Muharram tahun peristiwa Hijrah atau
bertepatan dengan 16 Juli 662 M. Peristiwa hijrah Nabi sendiri berlangsung pada
bulan Rabi’ul Awal 1 H atau September 622 M. Pemilihan peristiwa
Hijrah ini sebagai tonggak awal penanggalan Islam memiliki makna yang amat
dalam. Seolah-olah para sahabat yang menentukan pembentukan kalender Islam
tersebut memperoleh petunjuk langsung dari Allah. Seperti Nadwi yang
berkomentar:
“Ia (kalender Islam)
dimulai dengan Hijrah, atau pengorbanan demi kebenaran dan keberlangsungan
Risalah. Ia adalah ilham ilahiyah. Allah ingin mengajarkan manusia bahwa
peperangan antara kebenaran dan kebatilan akan berlangsung terus. Kalender
islam mengingatkan kaum muslimin setiap tahun bukan kepada kejayaan dan
kebesaran islam namun kepada pengorbanan (Nabi dan sahabatnya) dan mengingatkan
mereka agar melakukan hal yang sama.”
b. Nama-nama
Bulan
Kalender
Hijriyah terdiri dari 12 bulan:
1
|
30
|
|
2
|
29
|
|
3
|
30
|
|
4
|
29
|
|
5
|
30
|
|
6
|
29
|
|
7
|
30
|
|
8
|
29
|
|
9
|
30
|
|
10
|
29
|
|
11
|
30
|
|
12
|
29/(30)
|
|
Total
|
354/(355)
|
Keterangan
·
Tanda kurung merupakan tahun kabisat dalam
kalender Hijriyah dengan metode sisa yaitu 3-3-2 yang berjumlah 11 buah yaitu 2,5,8,10,13,16,18,21,24,26
dan 29.
Nama Nama Hari
Kalender Hijriyah terdiri dari 7 hari. Sebuah
hari diawali dengan terbenamnya Matahari, berbeda dengan Kalender Masehi yang
mengawali hari pada saat tengah malam. Berikut adalah nama-nama hari:
1. al-Itsnayn (Senin)
2. ats-Tsalaatsa' (Selasa)
3. al-Arba'aa
/ ar-Raabi' (Rabu)
4. al-Khamsatun (Kamis)
5. al-Jumu'ah (Jumat)
6. as-Sabat (Sabtu)
7. al-Ahad (Minggu)
0 komentar:
Posting Komentar