PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Potensi
kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Manusia memiliki
ciri khas yang secara prinsipiil berbeda dari hewan. Ciri khas manusia yang
membedakannya dari hewan terbentuk dari kumpulan terpadu dari apa yang di sebut
sifat hakikat manusia. Disebut sifat hakikat manusia karena secara hakiki sifat
tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Oleh karena
itu, strategis jika pembahasan tentang hakikat manusia ditempatkan pada seluruh
pengkajian tentang pendidikan, dengan harapan menjadi titik tolak bagi paparan
selanjutnya. Untuk mencapai pengetahuan hakikat manusia tersebut maka akan
dikemukakan materi yang meliputi : arti dan wujud sifat hakikat manusia,
dimensi-dimensinya, dan pengembangan dimensi-dimensikemanusian diIndonesia seutuhnya.
B. Tujuan
Adapun tujuan menyusun makalah ini
untuk mengetahui tentang pengertian apa itu Hakikat Manusia dan Pengembangannya
dalam dimensi-dimensinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT MANUSIA DENGAN
DIMENSI-DIMENSINYA
khas manusia
yang membedakannya dari hewan terbentuk dari kumpulan terpadu (intergrated)
dari apa yang disebut sifat hakikat manusia. Di sebut hakikat manusia karena
secara hakiki sifat tersebut hanya dimilki oleh manusia dan tidak terdapat pada
hewan. wujudnya
bahwa manusia adalah mahkluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan
dan lingkungan.
Pada bagian
ini sifat hakikat tersebut akan di bahas lagi dimensi-dimensinya atau di tilik
dari sisi lain. Ada empat macam dimensi yang akan di bahas, yaitu :
1. Dimensi
keindividualan.
2. Dimensi
kesosialan.
3. Dimensi
kesusilaan.
4. Dimensi
keberagaman
1.
Dimensi
Keindividuan
Lysen
mengartikan individu sebagai ”orang seorang” sesuatu yang merupakan suatu
keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu
diartikan sebagai pribadi . Karena adanya individualitas itu setiap orang
memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecendrungan, semangat dan daya tahan
yang berbeda.
Kesanggupan
untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan cirri yang sangat esensial dari
adanya individualitas pada diri manusia. Sifat sifat sebagaimana di gambarkan
di atas secara potensial telah di miliki sejak lahir perlu ditumbuh kembangkan
melalui pendidikan agar bisa menjadi kenyataan. Sebab tanpa di bina,
melalui pendidikan, benih-benih individualitas yang sangat berharga itu yang
memungkinkan terbentuknya suatu kepribadian seseorang tidak akan terbentuk
semestinya sehingga seseorang tidak memiliki warna kepribadian yang khas
sebagai milikinya. Padahal fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta
didik untuk membentuk kepripadiannya atau menemukan kediriannya sendiri. Pola
pendidikan yang bersifat demokratis dipandang cocok untuk mendorong bertumbuh
dan berkembangnya potensi individualitas sebagaimana dimaksud. Pola
pendidikan yang menghambat perkembangan individualitas (misalnya yang bersifat
otoriter) dalam hubungan ini disebut pendidikan yang patologis.
Dalam
pengembangan individualisme melalui pendidikan tidak dibenarkan jika pendidik
memaksa keinginannya kepada subjek didik. Tugas pendidik hanya menunjukkan
jalan dan mendorong subjek didik bagaimana cara memperoleh sesuatu dalam
mengembangankan diri dengan berpedoman pada prinsip ing ngarso sung tuladha,
ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani.
2.
Dimensi
kesosialan
Setiap anak dikaruniai benih kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang
dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya terkandung untuk
saling memberi dan menerima.
Adanya
dimensi kesosialan pada diri manusia tampat lebih jelas pada dorongan untuk
bergaul. Dengan adanya dorogan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan
sesamanya.
Immanuel
kant seorang filosof tersohor bangsa jerman menyatakan : manusia hanya menjadi
manusia jika berada di antara manusia. Kiranya tidak usah dipersoalkan bahwa
tidak ada seorang manusia pun yang dapat hidup seorang diri lengkap dengan
sifat hakikat kemanusiaannya di tempat terasing yang terisolir.
Seseorang
dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam interaksi
dengan sesamanya. Seorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain,
mengidentifikasi sifat-sifat yang di kagumi dari orang lain untuk dimilikinya,
serta menolak sifat yang tidak di cocokinya. Hanya di dalam berinteraksi dengan
sesamanya, dalam saling menerima dan memberi, seseorang menyadari dan
menghayati kemanusiaanya.
3.
Dimensi
kesusilaan
Susila berasal
dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi di
dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika
di dalam yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung.
Karena itu maka pengertian susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti
menjadi kebaikan yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam
istilah yang mempunyai konotasi berbeda yaitu, etiket (persoalan
kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Kedua hal tersebut
biasanya dikaitkan dengan persoalan hak dan kewajiban.
Persoaalan
kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya manusia
memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya
sehingga dikatakan manusia itu adalah mahluk susila.
Nilai-nilai
merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna
kebaikan, keluhuran, kemuliaan dan sebagainya, sehingga dapat diyakini dan
dijadikan pedoman dalam hidup.
4.
Dimensi Keberagaman
Pada hakikatnya manusia adalah mahluk religius. Beragama merupakan
kebutuhan manusia karena manusia adalah mahluk yang lemah sehingga memerlukan
tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya.
Dapat dikatakan bahwa agama menjadi sandaran vertikal manusia. Manusia dapat
menghayati agama melalui proses pendidikan.
Pendidikan agama bukan semata-mata pelajaran agama yang hanya memberikan
pengetahuan tentang agama, jadi segi-segi afektif harus di utamakan. Di samping
itu mengembangkan kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan penganut
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu mendapat perhatian. Kiranya
tidak cukup jika pendidikan agama hanya ditempuh melalui pendidikan formal.
Kegiatan di dalam pendidikan non-formal dan informal dapat dimanfaatkan untuk
keperluan tersebut.
B.PENGEMBANGAN DIMENSI-DIMENSI HAKIKAT MANUSIA
Sasaran pendidikan adalah manusia sehingga dengan sendirinya pengembangan
dimensi hakikat manusia menjadi tugas pendidikan. Meskipun pendidikan itu pada
dasarnya baik tetapi dalam pelaksanaanya mungkin saja bisa terjadi
kesalahan-kesalahannya yang lazimnya di sebut salah didik. Sehubungan dengan
itu ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu :
1.
Pengembangan yang utuh
Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua
factor, yaitu kulaitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan
kualitas pendidikan yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas
perkembangannya.
Selanjutnya pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu,
wujud dan arahnya.
a. Dari wujud
dimensinya
Keutuhan
terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan,
kesosialan, kesusilaan dan keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif dan
psikomotor. Pengembangan aspek jasmaniah dan rohaniah dikatakan utuh jika
keduanya mendapat pelayanan secara seimbang. Pengembangan dimensi
keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagaman dikatakan utuh jika
semua dimensi tersebut mendapat layanan dengan baik, tidak terjadi pengabaian
terhadap salah satunya. Pengembangan domain kognitif, afektif dan psikomotor
dikatakan utuh jika ketiga-tiganya mendapat pelayanan yang berimbang.
b. Dari arah
pengembangan
Keutuhan
pengembangan dimensi hakikat manusia dapat diarahkan kepada pengembangan
dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagaman secara terpadu.
Dapat disimpulkan bahwa pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh
diartikan sebagai pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga
dapat tumbuh dan berkembang secara selaras. Perkembangan di maksud mencakup
yang bersifat horizontal (yang menciptakan keseimbangan) dan yang bersifat
vertical (yang menciptakan ketinggian martabat manusia). Dengan demikian
totalitas membentuk manusia yang utuh.
2. Pengembangan
yang tidak utuh
Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi
di dalam proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang
terabaikan untuk ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh
pengembangan dimensi keindividualan ataupun domain afektif didominasi oleh
pengembangan dimensi keindividualan ataupun domain afektif didominasi oleh
pengembangan domain kognitif. Demikian pula
secara vertical ada domain tingkah laku terabaikan penanganannya.
Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang
pincang dan tidak mantap. Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang
patologis.
C.PENGEMBANGAN
DIMENSIKEMANUSIAN DIINDONESIA SEUTUHNYA
Manusia
secara individual terlahir dimuka bumi dengan segenap potensinya untuk
dikembangkan. Agar potensi yang dimiliki manusia berkembang optimal maka
manusia memerlukan orang lain dalam kehidupannya melalui proses sosialisasi.
Manusia terdiri dari aspek jasmani dan rohaniah yang memerlukan sandaran
vertical dalam hidupnya. Hubungan tersebut dapat dibina melalui kepatuhan
terhadap ajaran-ajaran dari tuhannya.
Pendidikan yang diberikan harus dapat mengembangkan ke-4 dimensi secara
seimbang dan potensi jasmani maupun rohaniah harus mendapatkan pelayanan
seimbangan pula. Jika salah satu dimensi kehidupan manusia terabaikan dalam
proses pengembangannya, maka akan menimbulkan masalah baik dalam kehidupan
individu maupun social ataupun secara horizontal maupun vertical.
Dalam masyarakat
Indonesia yang beraneka ragam coraknya, perlu kemauan dan kemampuan
mengendalikan diri dan kepentingan yang ada sehingga menimbulkan keseimbangan
dan stabilitas. Oleh karena itu, sikaf hidup manusia Indonesia adalah :
1.
Kepentingan pribadinya tetap
terletak dalam kerangka kesadarannyadan kewajiban sebagai makhluk sosialnya.
2.
Kewajiban terhadap masyarakat tetap
di rasakan lebih besar dari kepentingan pribadi.
Sosok manusia Indonesia
seutuhnya telah di rumuskan di dalam GBHN mengenai arah pembangunan jangka
panjang. Dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan di dalam rangka
pembagunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Hal ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah,
seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan ataupun kepuasan batiniah seperti
pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab atau
rasa keadilan, melainkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara
keduanya sekaligus batiniah.
Selanjutnya
juga diartikan bahwa pembangunan itu merata di seluruh tanah air, bukan hanya
untuk golongan atau sebagian dari masyarakat. Selanjuatnya juga di artikan
sebagai keselarasan hubungan antara manusia dengan tuhannya, antara sesama
manusia, antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya, keserasian hubungan
antara bangsa-bangsa dan juga keselarasan antara cita-cita hidup di dunia
dengan kebahagiaan di akhirat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sifat hakikat manusia dan segenap
dimensinya hanya dimilki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Ciri-ciri
yang khas tersebut membedakan secara prinsipiil dunia hewan dari dunia manusia.
Adanya hakikat tersebut memberikan tempat kedudukan pada manusia sedemikian
rupa sehingga derajatnya lebih tinggi dari pada hewan dan sekaligus mengusai
hewan.
Salah satu hakikat yang istimewa ialah adanya kemampuan menghayati kebahagian
pada manusia.
Semua sifat hakikat manusia dapat dan harus ditumbuh kembangkan melalui
pendidikan. Berkat pendidikan maka sifat hakikat manusia dapat
ditumbuhkembangkan secara selaras dan berimbang sehingga menjadi manusia yang
utuh.
DAFTAR PUSTAKA
Taufik, mohammad dkk. 2008. Ilmu
pengetahuan sosial untuk smp kelas VIII. Jakarta :
CV. teguh karya.
Aziz, yusuf dkk. 2006. Landasan pendidikan. Darussalam : universitas syiah
kuala.
0 komentar:
Posting Komentar