BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dewasa ini,
banyak kita temui orang yang menjadi guru seperti pilihan profesi terakhir.
Dengan kata lain, kalau sudah mendesak tidak ada pekerjaan lain atau sebuah
status sosial yang lekat dengan
kemarginalan, gaji kecil, tidak sejahtera malah di bawah garis kemiskinan.
Bahkan ada guru yang dipilih asal pilih yang penting ada yang mengajar.
Sehingga sebagian besar peserta didik di negeri ini tidak mempunyai minat yang
tinggi dalam belajar. Sekolah hanya sekedar waktu kosong atau ikut-ikutan,
setelah itu pulang. Apalagi harus
mendengarkan materi pelajaran yang monoton. Sangat disyukuri bila guru
tidak masuk. anak-anak bersorai gembira karena tidak terbebani hari itu.
Sehingga yang menyebabkan semua ini terjadi adalah hilangnya kreatifitas guru
untuk menciptakan proses belajar mengajar yang sempurna sehingga mempengaruhi
atas peningkatan mutu kualitas belajar mengajar itu sendiri.
Keberhasilan proses dan hasil pembelajaran
yang dicapai oleh siswa merupakan salah satu indikator terjadinya perbaikan
dalam proses belajar mengajar dan peningkatan profesionalisme guru. Salah satu
indikasi perofesionalisme seorang guru adalah selalu mempunyai keinginan untuk
memperbaiki pembelajaran yang dilakukannya secara berkelanjutan. Untuk menumbuhkan
profesionalisme, guru harus mampu melihat (peka) terhadap permasalahan yang
terjadi dalam kegiatan pembelajaran dalam upaya melakukan perbaikan kegiatan
pembelajaran. Guru yang cepat puas dan bersikap tak acuh terhadap pembelajaran
yang dilakukannya tidak dapat diharapkan menjadi guru yang professional.
Dalam manajemen
sumber daya manusia, menjadi profesional adalah tuntutan jabatan, pekerjaan
ataupun profesi. Dalam hal ini, termasuk guru saat ini harus profesional. Sebab
guru adalah pihak ujung tombak dalam proses belajar mengajar. Untuk
menghasilkan peserta didik yang berprestasi, tentu berawal dari seorang guru
yang memberikan ilmu kepada mereka. Guru saat ini masih sangat sedikit yang
antusias untuk menambah ilmunya sendiri. Juga masih rendah minat guru untuk
membaca dan membeli buku. Padahal semua itu adalah sumber pengetahuan yang bisa
mereka aplikasikan untuk mereka para peserta didik di dalam proses belajar
mengajar. Selain itu, kualifikasi dan latar belakang pendidikan guru tidak
sesuai dengan bidang tugas. Di lapangan banyak di antara guru yang mengajarkan
mata pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan latar
belakang pendidikan yang dimilikinya. Sehingga semua itu jelas nantinya akan
berdampak buruk pada kualitas (mutu) belajar mengajar di kelas, bahkan
berdampak buruk pada potensi dan masa depan siswa.
Parkey (1998: 3)
mengemukakan bahwa guru tidak hanya sekedar sebagai guru di depan kelas, akan
tetapi juga sebagai bagian dari organisasi yang turut serta menentukan kemajuan
sekolah bahkan di masyarakat. Sehingga bila disimpulkan dari pendapat tadi,
maka kita dapat menemukan beberapa faktor yang menyebabkan semakin tingginya
tuntutan terhadap keprofesionalan yang harus dimiliki oleh guru. Faktor pertama
adalah karena cepatnya perkembangan dan perubahan yang terjadi saat ini
terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi. Implikasi bagi guru
adalah dimana guru harus memiliki keterampilan-keterampilan yang cukup untuk
mampu memilih topik, aktivitas, dan cara kerja dari berbagai kemungkinan yang
ada.
Faktor kedua
adalah terjadinya perubahan pandangan dalam masyarakat yang memiliki implikasi
pada upaya-upaya pengembangan terhadap siswa. Sebagai contoh, banyak guru yang
memberikan motivasi seperti mendorong anak-anak bekerja keras di sekolah agar
nanti mereka memperoleh suatu pekerjaan yang baik, tidak lagi menarik bagi
mereka. Faktor ketiga adalah perkembangan teknologi baru yang mampu menyajikan
berbagai informasi yang lebih cepat dan menarik. Perkembangan-perkembangan ini menguji
fleksibilitas dan adaptabilitas guru untuk memodifikasi gaya mengajar mereka
dalam mengakomodasi sekurang-sekurangnya sebagian dari perkembangan baru
tersebut yang memiliki suatu potensi untuk meningkatkan proses pembelajaran.
Berdasarkan hal
di atas, maka pentingnya keprofesionalan guru ini sangat berpengaruh terhadap
meningkatnya (mutu) kualitas belajar mengajar. Seorang guru harus mengetahui
apa yang dilakukannya di dalam proses itu dan menciptakan berbagai
pengajaran-pengajaran yang memungkinkan membangkitkan minat siswa untuk
belajar. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas secara umum tentang
kompetensi guru yang profesional dalam proses belajar mengajar.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan guru yang
professional dan kriteria guru profesional ?
2. Bagaimana personaliti guru untuk
meningkatkan profesionalisme guru?
3. Hal-hal apa saja yang di lakukan untuk
meningkat untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar?
4. Bagaimana usaha guru untuk meningkatkan
kemampuan mengajar dan menguasai bahan ajar ?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah agar para guru meningkatkan profesionalisme dan kualitasnya dalam mengajar sehingga anak didik
mendapat pendidikan yang lebih baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Guru Profesional
Kata profesional
berasal dari bahasa Inggris yang berarti ahli, pakar, mampu dalam bidang yang
digeluti. Menjadi profesional berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Dan seorang
ahli tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi, tidak
semua ahli dapat menjadi berkualitas karena menjadi berkualitas bukan hanya
menjadi persoalan ahli. Tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan
personaliti. Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, mejadi profesional
adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang yang
dipadupadankan dengan skil atau keahliannya. Menjadi profesional adalah
tuntutan setiap profesi yang telah familiar di tengah masyarakat.
Dalam kaitannya
dengan guru, maka guru juga jelas sebuah profesi yang idealis dan membutuhkan
keprofesionalannya dalam menjalani profesi tersebut. Kalau mengacu pada konsep
di atas, menjadi profesional adalah meramu kualitas dengan integritas menjadi
guru profesional adalah keniscayaan. Namun demikian, profesi guru juga sangat
lekat dengan peran psikologis, humanis, bahkan identik dengan citra
kemanusiaan. Ibarat sebuah laboratorium, seorang guru seperti ilmuwan yang
sedang bereksperimen terhadap nasib anak manusia dan juga suatu bangsa. Guru merupakan
tokoh sentral dalam dunia pendidikan yang sangat menentukan ke arah mana sebuah
bangsa menuju tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, menjadi guru yang
memiliki keahlian dalam mendidik atau mengajar perlu pendidikan, pelatihan, dan
pengalaman yang memadai. Sementara itu, menurut Undang-Undang nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidik adalah tenaga profesional
yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran. Oleh karena itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki
kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.
Dalam kaitannya
dengan proses belajar mengajar, guru profesional harus menjadikan siswanya
sebagai fokus utama dalam proses tersebut terkait dengan materi yang diajarkan,
disamping guru juga harus menguasai materi yang diajarkannya. Hal ini berkaitan
dengan kompetensi profesional yang harus dimiliki guru dalam PP RI No. 19/2005
yang merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran
bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi
materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi
materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru. Pengajar
harus lebih memperhatikan minat, bakat, dan kebutuhan pelajar ketimbang dengan
target-target untuk menyelesaikan kurikulum yang sebagian mungkin tidak relevan
dengan minat, bakat, dan kebutuhan pelajar setempat. Guru profesional juga
harus memperhatikan dan memfasilitasi proses-proses aktualisasi potensi, bakat,
dan talenta murid-muridnya. Di samping itu masih banyak beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh guru yang profesional dalam meningkatkan mutu (kualitas)
belajar mengajar yang berikut ini akan dibahas satu persatu mengenai hal
tersebut.
Sementara itu,
yang dimaksud profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas
suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang
berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Lalu guru
yang professional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan
untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi di sini meliputi
pengetahuan, sikap, dam ketrampilan professional, baik yang bersifat pribadi,
sosial, maupun akademis. Dengan kata lain guru professional adalah orang yang
memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu
melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.
Ciri-ciri Guru
Profesional
Hasil studi beberapa ahli mengenai sifat-sifat
dan karakteristik profesi, yang secara taat asas dimiliki dan dijunjung tinggi
oleh guru, menghasilkan simpulan sebagai berikut:
ü Kemampuan yang diperoleh melalui
pendidikan
ü Memiliki pengetahuan spesialisasi
ü Menjadi anggota organisasi profesi
ü Memiliki pengetahuan praktis yang dapat
digunakan langsung oleh orang lain atau klien
ü Memiliki teknik kerja yang dapat
dikomunikasikan atau communicable
ü Memiliki kapasitas mengorganisasikan
kerja secara mandiri atau self-organization
ü Mementingkan kepentingan orang lain.
ü Memiliki kode etik
ü Memiliki sanksi dan tanggung jawab
komunitas
ü Mempunyai sistem upah
ü Budaya profesional
ü Melaksanakan pertemuan profesional
tahunan
B.
Personaliti Guru
Peran guru
sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina, mengasuh
ataupun mengajar. Reece dan Walker (1997:92) mempertegas pernyataannya bahwa
afektif adalah daerah yang paling sulit dan relatif kurang literatur menyangkut
sikap. Sikap dapat diajarkan melalui pemberian contoh, misalnya bilamana guru
sering terlambat, maka siswa pun akan berbuat sama. Dalam hal ini, siswa
menjadikan guru sebagai “lukisan” yang akan ditiru oleh anak didiknya. Baik
buruk hasil lukisan tersebut tergantung contohnya. Guru (digugu dan ditiru) otomatis
menjadi teladan. Melihat peran tersebut, sudah menjadi kemutlakkan bahwa guru
harus memiliki integritas dan personaliti yang baik dan benar. Hal sangat
mendasar, karena tugas guru bukan hanya mengajar (transfer knowledge) tetapi juga menanamkan nilai-nilai dasar dari
bangun karakter atau akhlak anak. Pembelajaran yang baik tidak dapat dipahami
terutama hanya dari sebuah pengetahuan dan keterampilan-keterampilan, sebab
sentral dari pembelajaran tersebut mencakup tindakan-tindakan moral dalam
konteks yang bersifat khusus. Oleh sebab itu menurut Shulman dan Socket, guru
yang baik harus menggunakan penilaian terhadap tindakan situasi kelas secara
khusus. Penilaian dan tindakan-tindakan guru
terhadap situasi haris mencakup tindakan-tindakan siswa sebagai
sumber-sumber (agen) moral.
Di samping itu,
personaliti guru ini juga menyangkut kepribadian seorang guru sebagaimana dalam
PP RI No. 19/2005 menetapkan 4 kompetensi yang harus dimiliki guru, salah
satunya yaitu kompetensi kepribadian. Kompetensi kepribadian merupakan
kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa,
arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.
Memiliki kepribadian yang stabil dan mantap dimaksudkan guru harus bangga
sebagai pendidik dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
Memiliki kepribadian yang dewasa dimaksudkan agar guru menampilkan kemandirian
dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai pendidik.
Memiliki kepribadian yang arif dimakduskan agar guru menampilkan tindakan yang
didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta
menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak. Memiliki kepribadian yang
berwibawa agar guru memiliki perilaku yang berpengaruh yang positif terhadap
peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani. Memiliki akhlak mulia dan
dapat menjadi teladan, guru bertindak sesuai dengan norma (imtaq, jujur,
ikhlas, suka menolong) dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
Oleh karena itu, jika personaliti guru ini tidak mencerminkan sesuatu yang baik
maka akan berpengaruh kepada proses belajar mengajar.
C.
Hal-Hal Yang Di Lakukan Guru Untuk Meningkatkan Mutu
Kuliatas Belajar Mengajar
1. Memahami Karakter Siswa
Sebelum guru
menentukan strategi pembelajaran, metode, dan teknik-teknik evaluasi yang akan
dipergunakan dalam belajar mengajar, maka guru terlebih dahulu dituntut
keprofesionalannya untuk memahami karakter siswa dengan baik. Hal ini
dikarenakan dari hasil sejumlah riset menunjukkan bahwa keberagaman faktor,
seperti sikap siswa, kemampuan, dan gaya belajar, pengetahuan serta
kemampuannya dan konteks pembelajaran merupakan komponen yang memberikan dampak
sangat penting terhadap apa yang sesungguhnya harus siswa-siswa pelajari
(Killen, 1998: 5). Pengenalan terhadap siswa dalam interaksi belajar mengajar
merupakan faktor yang sangat mendasar dan penting untuk dilakukan oleh setiap
guru agar proses pembelajaran yang dilakukan dapat menyentuh kepentingan siswa,
minat-minat mereka, kemampuan serta berbagai karakteristik lain yang terdapat pada siswa, dan pada
akhirnya dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pengenalan
terhadap siswa mengandung arti bahwa guru harus dapat memahami dan menghargai
keunikan cara belajar siswa dan kebutuhan-kebutuhan perkembangan mereka.
Dalam
meningkatkan mutu kualitas belajar mengajar, maka upaya-upaya guru dalam
mengenal dan memahami siswa merupakan kegiatan yang berlangsung secara
terus-menerus, karena kebutuhan siswa tidak bersifat menetap, akan mengalami
perubahan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Bahkan seringkali
perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa berlangsung dengan cepat sehingga
guru tidak jarang mengalami kesulitan untuk mengenal dan memahaminya secara
cermat. Di samping itu pula, kebutuhan-kebutuhan merka menggambarkan kebutuhan
intelegensial, kemampuan maupun ketidakmampuannya (Parkey, 1998: 276). Bagi
anak-anak yang memiliki kualitas intelegensi yang baik dan berada dalam tahap
atau masa perkembangan tertentu memiliki sejumlah kebutuhan yang berbeda dengan
anak-anak yang tergolong memiliki intelegensi yang rendah walaupun sama-sama
berada pada tahap perkembangan tertentu. Dalam pandangan DePorter &
Hernacki (2001: 117) terdapat tiga karakteristik atau modalitas belajar siswa yang
perlu diketahui oleh setiap pendidik dalam proses pembelajaran, yaitu:
1. Orang-orang yang visual, yang sering
ditandai suka mencoret-coret ketika berbicara di telepon, berbicara dengan
tepat, lebih suka melihat peta daripada mendengar penjelasan.
2. Orang-orang yang auditorial, yang sering
ditandai suka berbicara sendiri, lebih suka mendengar ceramah atau seminar
daripada membaca buku, lebih suka berbicara daripada menulis.
3. Orang-orang kinestetik, yang sering
ditandai berpikir lebih baik ketika bergerak atau berjalan, banyak menggerakkan
anggota tubuh ketika berbicara, sulit untuk duduk diam.
Selain itu,
Dalam pelaksanaan tugas pembelajaran dan sebagai pembimbing belajar siswa, guru
harus mengadakan pendekatan bukan saja melalui pendekatan intruksional, akan
tetapi dibarengi dengan pendekatan yang bersifat pribadi (personal approach)
dalan setiap proses belajar mengajar berlangsung. Melalui pendekatan pribadi,
guru akan secara langsung mengenal dan memahami siswa secara lebih mendalam
sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal. Abdillah (2008)
mengemukakan bahwa sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar, seorang
guru diharapkan mampu;
1. Memberikan informasi yang diperlukan
dalam proses belajar.
2. Membantu setiap siswa dalam mengatasi
setiap masalah probadi yang dihadapinya.
3. Mengevaluasi hasil setiap langkah
kegiatan yang telah dilakukannya.
4. Memberikan setiap kesempatan yang
memadai agar setiap murid dapat belajar sesuai dengan karakteristik pribadinya.
5. Mengenal dan memahami setiap siswa, baik
secara individual maupun secara kelompok
2. Menumbuhkan Motivasi Belajar
Salah satu
faktor yang menentukan berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar yang
sekaligus mempengaruhi proses belajar mengajar adalah motivasi belajar. Dalam
kegiatan belajar, motivasi merupakan keseluruhan penggerak di dalam diri siswa
yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan
belajar (Sardiman, 2006: 75). Motivasi belajar merupakan faktor yang bersifat
non intelektual. Seorang siswa yang mempunyai intelegensi yang cukup yang
tinggi, bisa gagal karena kurang adanya motivasi dalam belajarnya. Pada
beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, penurunan motivasi yang terjadi pada
diri siswa bisa terjadi karena beberapa hal, yaitu bisa dikarenakan adanya faktor
luar dari sekolah yang mengakibatkan kelelahan secara fisik kepada siswanya
atau faktor yang dari dalam sekolahan itu sendiri. Bisa dikatakan dari luar
sekolah kita juga perlu memperhatikan faktor yang sangat penting, dari dalam
diri siswa itu sendiri.
Motivasi
mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar, baik bagi guru maupun
siswa. Bagi guru mengetahui motivasi belajar dari siswa sangat diperlukan guna
memelihara dan meningkatkan semangat belajar siswa. Sedangkan bagi siswa
motivasi belajar dapat menumbuhkan semangat belajar sehingga siswa terdorong
untuk melakukan kegiatan belajar. Siswa melakukan aktivitas belajar dengan
senang hati karena didorong motivasi. Dengan adanya motivasi yang tinggi yang
ada dalam diri siswa, akan menumbuhkan keikhlasan dalam belajar dan kesadaran
bahwa belajar adalah hal yang sangat penting bagi mereka dan untuk masa depan
mereka sendiri di hari kelak. Bahkan motivasi yang tinggi akan menjadikan
mereka mempunyai tekad yang kuat untuk belajar dan bersedia menghadapi segala
kesulitan-kesulitan yang datang dalam kegiatan belajar para siswa. Oleh karena
itu, motivasi siswa untuk belajar sangat penting dalam proses pembelajaran.
Dalam proses
pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting.
Sehingga proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi
dalam belajar. Oleh karena itu dalam kegiatan belajar, peran guru sangat
penting di dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa. Untuk memperoleh hasil
belajar yang optimal, guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar
siswa. Menyadari bahwa motivasi terkait erat dengan kebutuhan, maka tugas guru
adalah meyakinkan para siswa agar tujuan belajar yang ingin diwujudkan menjadi
kebutuhan bagi setiap siswa. Dengan kata lain, memperjelas tujuan yang dapat
membuat siswa paham ke arah mana ia ingin dibawa. Guru hendaknya dapat
meyakinkan siswa bahwa hasil belajar yang baik adalah suatu kebutuhan guna
mencapat sukses yang dicita-citakan. Pemahaman siswa tentang tujuan
pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar yang pada gilirannya
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Siswa akan terdorong untuk belajar
manakala mereka memiliki minat untuk belajar. Sehingga, bilamana guru dapat
merubah tujuan-tujuan belajar ini menjadi kebutuhan, maka siswa akan lebih
mudah untuk terdorong melakukan aktivitas belajar.
3. Mengembangkan Model (Strategi)
Pembelajaran
Pembelajaran
merupakan suatu tindakan dalam kelas atau dalam proses belajar mengajar. Guru
profesional sebagai pengajar yang memberikan ilmu pengetahuan sekaligus
pengajar yang mengajarkan nilai-nilai, akhlak moral maupun sosial dan untuk
menjalankan peran tersebut seorang guru dituntut untuk memiliki pengetahuan dan
wawasan yang luas yang nantinya akan diajarkan kepada siswa. Seorang guru dalam
menyampaikan materi perlu memilih metode mana yang sesuai dengan keadaan kelas
atau siswa sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pelajaran yang
diajarkan. Dengan variasi metode, dapat meningkatkan kegiatan belajar siswa
(Slameto, 2003: 96).
Proses
pembelajaran yang berhasil guna memerlukan teknik, metode, dan pendekatan
tertentu sesuai dengan karakteristik tujuan, peserta didik, materi, sumber daya. Sehingga diperlukan strategi
yang tepat dan efektif. T. Raka Joni (1992) mengatakan bahwa strategi
pembelajaran merupakan suatu seni dan ilmu untuk membawa pembelajaran
sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara
efisien dan efektif. Cara-cara yang dipilih dalam menyusun strategi
pembelajaran meliputi sifat, lingkup,
dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta
didik (Gerlach and Ely). Strategi belajar mengajar tidak hanya terbatas pada
prosedur dan kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi pengajaran
atau paket pengajarannya (Dick and Carey).
Keberhasilan
proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru mengembangkan
model-model pembelajaran yang berorientasi pada intensitas keterlibatan siswa
secara efektif di dalam proses pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran
yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang
memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehinga siswa
dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal. Untuk mengembangkan model
pembelajaran yang efektif, maka setiap guru harus memiliki pengetahuan yang
memadai berkenaan dengan konsep dan cara-cara pengimplementasian model-model
tersebut dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif memiliki
keterkaitan dengan tingkat pemahaman guru terhadap perkembangan dan kondisi
siswa-siswa di kelas. Demikian juga pentingnya pemahaman guru terhadap sarana
dan fasiltas sekolah yang tersedia, kondisi kelas, dan beberapa faktor lain
yang terkait dengan pembelajaran. Tanpa pemahaman terhadap berbagai kondisi
ini, model yang dikembangkan guru cenderung tidak dapat meningkatkan peran
serta siswa secara optimal dalam pembelajaran. Dan pada akhirnya tidak dapat
memberi sumbangan yang besar terhadap pencapaian hasil belajar siswa.
Oleh karena itu,
Joyce & Weil (1992) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu
rencana atau pola yang dapat digunakan untuk mernbentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan
membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat
dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang
sesuai dan efesien untuk mencapai tujuan pendidikan.
Model pembelajaran memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori
belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok
disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini
dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.
2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan
tertentu. Misalnya model berfikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses
berfikir induktif.
3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan
kegiatan belajar mengajar di kelas. Misalnya model Synectic dirancang untuk
memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.
4. Memiliki bagian-bagian model dalam
pelaksanaan, yaitu: urutan langkah-langkah pembelajaran(syntax), adanya
prinsip-prinsip reaksi, sistem sosial, dan sistem pendukung. Keempat bagian
tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model
pembelajaran.
5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan
model pembelajaran. Dampak tersebut
meliputi: dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur dan
dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
6. Membuat persiapan mengajar (desain
instruksional) dengan pedomaan model pembelajaran yang dipilihnya.
Di samping itu,
hal ini berkaitan dengan kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh seorang
guru dalam PP RI No. 19/2005 merupakan kemampuan yang berkenaan dengan
pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis.
Dalam proses belajar mengajar, guru merancang pembelajaran, termasuk memahami
landasan pendidikan untuk kepentingan untuk kepentingan pembelajaran. Tujuannya
guru dapat menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi
pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin
dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan
strategi yang dipilih. Yang pada akhirnya guru harus merancang dan melaksanakan
evaluasi pembelajaran secara berkesinambungan dengan berbagai metode,
menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat
ketuntasan belajar (mastery level), dan memanfaatkan hasil penilaian
pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum. Dengan
demikian, profesionalisme seorang guru dapat meningkatkan mutu (kualitas)
mengajar dan secara tidak langsung “menggiring” atau “membebaskan” potensi
kemanusiaan yang ada dalam diri setiap individu (educare).
D.
Upaya Guru Untuk Meningkatkan Kemampuan Mengajar dan
Menguasai Bahan Ajar
Kenyataan
menunjukkan bahwa masih sebagian besar guru underqualified, tingkat penguasaan
bahan ajar dan keterampilan dalam menggunakan metode pembelajaran yang inovatif
masih kurang. Pada dasarnya peningkatan kualitas diri seseorang harus menjadi
tanggung jawab diri pribadi. Kesadaran ini akan timbul dan berkembang sejalan
dengan kemungkinan pengembangan karir mereka. Oleh karena itu pengembangan
kualitas guru harus dikaitkan dengan perkembangan karir guru sebagai pegawai,
baik negeri maupun swasta. Gambaran yang ideal adalah bahwa pendapatan dan
karir, dalam hal ini jenjang jabatan dan kepangkatan merupakan hasil dari
peningkatan kualitas seseorang selaku guru. Untuk bisa meningkatkan kualitasnya
sehingga bisa terus menanjak pangkatnya sampai jenjang kepangkatan tertinggi,
guru harus memperbanyak tukar pikiran tentang hal-hal yang berkaitan dengan
pengalaman mengembangkan materi pelajaran dan berinteraksi dengan peserta didik.
Tukar pikiran tersebut bisa dilaksanakan dalam perternuan guru sejenis di
sanggar kerja guru. Kegiatan ini hendaknya selalu mengangkat topik pembicaraan
yang bersifat aplikatif. Artinya, hasil pertemuan bisa digunakan secara
langsung untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Wadah dan
kelembagaan untuk pengembangan ini adalah kelompok yang merupakan organisasi
bersifat non-struktural dan lebih bersifat informal. Wadah ini dikembangkan
berdasarkan bidang studi atau rumpun bidang studi pada masing-masing sekolah.
Anggota yang memiliki kepangkatan tertinggi dalam setiap rumpun diharapkan bisa
berfungsi sebagai pembimbing.
Secara terperinci kegiatan kelompok
ditujukan untuk:
1. Meningkatkan kualitas dan kemampuan
dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Kegiatan
yang dilaksanakan antara lain :
ü Diskusi tentang satuan pelajaran.
ü Diskusi tentang substansi meteri
pelajaran.
ü Diskusi pelaksanaan proses belajar
mengajar termasuk evaluasi pengajaran.
ü Melaksanakan observasi aktivitas rekan
sejawat di kelas.
ü Mengembangkan evaluasi penampilan guru
oleh peserta didik.
ü Mengkaji hasil evaluasi penampilan guru
oleh peserta didik sebagai feedback bagi anggota kelompok.
2. Meningkatkan penguasaan dan pengembangan
keilmuan, khususnya bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya. Kegiatan yang
dilaksanakan antara lain :
ü Kajian jurnal dan buku baru.
ü Mengikuti jalur pendidikan formal yang
lebih tinggi.
ü Mengikuti seminar-seminar dan
penataran-penataran.
ü Menyampaikan pengalaman penataran dan
seminar kepada anggota kelompok.
ü Melaksanakan penelitian.
3. Meningkatkan kemampuan untuk
mengkomunikasikan masalah akademis.
Kegiatan yang
dilaksanakan antara lain:
ü Menulis artikel.
ü Menyusun laporan penelitian.
ü Menyusun makalah.
ü Menyusun laporan dan review buku.
Kegiatan
kelompok dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan. Sebagaimana konsep
asah, asuh dan asih, maka setiap anggota kelompok memiliki hak, kewajiban dan
kesempatan yang sama dalam setiap kegiatan tanpa memandang jenjang kepangkatan,
jabatan dan gelar akademik yang disandangnya. Input, feedback, komentar dan
saran-saran sejawat atas penampilan salah seorang anggota kelompok kesejawatan
diberikan baik secara tertulis maupun secara lisan sesuai dengan kebutuhan.
Untuk hasil observasi kelas, misalnya kelompok kesejawatan mungkin bisa
mengembangkan format observasi bisa dilaksanakan secara sistematis, objektif
dan rasional, sehingga anggota yang diobservasi bisa memperoleh input tertulis
di samping juga input lisan. Aktifitas yang dimaksudkan ini tidak bersifat
searah, melainkan bersifat multiarah. Artinya, aktifitas yang dilaksanakan
bersifat komprehensif dan total yang mencakup presentasi, observasi, penilaian,
kritik, tanggapan, saran, dan bimbingan.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan mutu (kualitas)
belajar mengajar dalam suatu kelas tergantung dari keprofesionalan guru dalam
mengelola proses itu. Keprofesionalan guru itu dapat dilihat dari kemampuannya
mengajar di atas rata-rata. Dengan kata lain, profesionalisme guru dapat
dilihat dari profesinya yang bukan hanya sebagai pengajar juga sebagai
motivator, fasilitator, mediator, dinamisator, dan sebagainya.
Dalam kaitannya dengan proses belajar
mengajar, guru profesional harus menjadikan siswanya sebagai fokus utama dalam
proses tersebut terkait dengan materi yang diajarkan, disamping guru juga harus
menguasai materi yang diajarkannya. Disamping itu, diperlukan keahlian-keahlian
lainnya. Guru harus memiliki kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian
yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta
didik dan berakhlak mulia, memahami karakter siswa dengan baik, kreatif dalam membangkitkan motivasi belajar siswa
yang merupakan salah satu faktor penentu berhasil tidaknya siswa dalam proses
belajar mengajar; serta guru dapat memilih metode pembelajaran mana yang sesuai
dengan keadaan kelas atau siswa sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti
pelajaran yang diajarkan dan merancang
dan melaksanakan evaluasi pembelajaran secara berkesinambungan dengan berbagai
metode, menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan
tingkat ketuntasan belajar (mastery level),
dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program
pembelajaran secara umum.
Untuk meningkatkan kemampuan mengajar dan menguasai
bahan ajar dan untuk bisa meningkatkan kualitasnya sehingga bisa terus menanjak
pangkatnya sampai jenjang kepangkatan tertinggi, guru harus memperbanyak tukar
pikiran tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman mengembangkan materi
pelajaran dan berinteraksi dengan peserta didik. Kegiatan tersebuat dapat
dilakukan dengan membuat sebuah wadah dan kelembagaan.
0 komentar:
Posting Komentar