KETIKA BANYAK TULISAN BELUM MAMPU MEMUASKAN SYAHWAT MEMBACAMU, MAKA MENULISLAH DENGAN JALAN FIKIRANMU

Selasa, 04 Desember 2012

Gambar Bentuk dan Pola desa


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Desa dalam pengertian umum adalah permukiman manusia di luar kota yang penduduknya berjiwa agraris. Dalam keseharian disebut kampung, sehingga ada istilah pulang ke kampung atau kampung halaman. Desa adalah bentuk kesatuan administratif yang disebut kelurahan. Lurahnya kepala desa. Dalam lingkup kota yang dipenuhi pertokoan, pasar dan deretan kios, juga ada desa, seperti desa Kalicacing di kota Salatiga.
 Desa di luar kota dengan lingkungan fisisbiotisnya, adalah gabungan dukuh. Dukuh mewujudkan unit geografis yang tersebar seperti pulau di tengah persawahan atau hutan.Dukuh di Jawa Barat disebut kampung. Gampong di Aceh, huta di Tapanuli, nagari di Sumatera Barat, marga di Sumatera Selatan, wanus di Sulawesi Utara, dan dusun dati di Maluku. Desa menurut definisi Bintarto, adalah perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur2 geografis, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang ada di sana dalam hubungannya dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah  lain.
Desa, dalam definisi lainnya, adalah suatu tempat daerah di mana penduduk berkumpul dan hidup bersama, menggunakan lingkungan setempat, untuk mempertahankan, melangsungkan dan mengembangkan kehidupan mereka. Desa adalah pola permukiman yang bersifat dinamis, di mana para penghuninya senantiasa melakukan adaptasi spasial dan ekologis sederap kegiatannya berpangupajiwa agraris. Desa dalam arti administratif, menurut Sutardjo Kartohadikusumo, adalah suatu kesatuan hukum di mana sekelompok masyarakat bertempat tinggal dan mengadakan pemerintahan sendiri. Untuk lebih memahami bagaimana keadaan desa lebih mendetil maka perlu kita mengkaji bentu-bentuk dan pola desa serta disekitar kita.
1.2.Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas bias memunculkan beberapa pertanyaan yang penting un tuk dibahas diantaranya :
1.      Apakah definisi dari desa ?
2.      Bagaimanakah bentuk-bentuk desa ?
3.      Faktor apa saja yang mempengaruhi bentuk-bentuk suatu desa ?
4.      Klasifikasi pola-pola desa apa sajakah yang dikemukakan oleh R Bintarto ?
5.      Bagaimanakah ciri-ciri pola desa tersebut ?
1.3. Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui definisi dari desa secara umum dan secara harfiah.
2.      Memberikan pengetahuan tentang bentuk-bentuk desa yang ada dilingkungan kita.
3.      Mengetahui faktor yang menyebabkan terbentuknya pengelompokan bentuk desa.
4.      Mengemukakan pola-pola desa menurut pendapat R Bintarto.
5.       Mengetahui ciri-ciri khusus tentang suatu pola desa.
BAB II
PEMBAHASAN
Bentuk-bentuk  desa  bertalian erat dengan usaha pengembangan dan penggalian sumber dayanya secara optimal. Dengan cara bijaksana, perkembangan permukiman harus direncanakan secara khusus, sehingga terjamin wajah permukiman yang baik dan menguntungkan. Di samping bentuk desa, Bintarto menyatakan ada 6 pola desa: memanjang jalan, memanjang sungai, radial, tersebar, memanjang pantai, memanjang pantai dan sejajar jalan kereta api. Daerah Bantul, Yogyakarta merupakan  line village  (pola desa memanjang jalan ). Permukiman di sekitar Gunung Slamet dan sungai di lerengnya membentuk desa berpola radial. Pola desa di daerah karst Gunung Kidul, Yogyakarta adalah tersebar. Permukiman di daerah Rengas Dengklok, Jawa Barat dan Tegal membentuk desa berpola memanjang ( desa nelayan ) dan sejajar rel kereta api.
2.1. Bentuk-Bentuk Desa
Bentuk- bentuk desa secara sederhana dapat dikemukakan sebagai beikut :
a.      Bentuk Desa Menyusur Sepanjang Pantai
Didaerah pantai yang landai dapat tumbuh suatu permukiman, yang mata pencarian penduduknya dibidang perikanan, perkebunan kelapa, dan perdagangan. Jika desa pantai seperti itu berkembang, maka tempat tinggal meluas dengan cara menyambung yang lama dengan menyusur pantai, sampai bertemu dengan desa pantai lainnya.
Pengembangan desa pantai sangat penting artinya mengingat profil desa pantai mencirikan keterbelakangan bahkan kemiskinan yang turun temurun. Agribisnis perikanan merupakan suatu bentuk keterpaduan pengembangan desa pantai. Agribisnis merupakan kegiatan yang dimulai dari pengadaan sarana produksi, proses produksi, penenganan pasca panen dan pengolahan serta pemasaran produksi. Kondisi hidrooceaografi dan sosial ekonomi Desa Batunampar mendukung untuk pengembangan budidaya laut. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Barat telah melakukan pengkajian budidaya laut di desa Batunampar yang meliputi budidya rumput laut, budidaya kerapu dan lobster
Hasil pengkajian menunjukan bahwa potensi sumberdaya budiaya laut sangat baik dan perlu untuk dikembangkan. Budiaya kerapu dalam karamba diharapkan menjadi fokus utama dalam pengembangan desa Batunampar dengan didukung oleh penyediaan pakan alami berupa ikan rucah dan pemasaran maupun penyediaan benih yang kontinyu dan berkualitas.
Upaya pengembangan desa pantai bertolak dari pemikiran bahwa mensejahterakan masyarakat pantai bukanlah tanggung jawab satu instansi saja melainkan tanggung jawab berbagai instansi dan lembaga dan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu pengembangan desa pantai berarti pengembangan yang terpadu dari berbagai instansi/lembaga dan masyarakat itu sendiri secara terpadu dengan tugas dan fungsi yang berbeda-beda tetapi menuju pada satu tujuan yaitu masyarakat pantai yang sejahtera. Bertolak pada kenyataan bahwa sebagian besar penduduk desa pantai adalah nelayan kecil maka pengembangan desa pantai adalah pengembangan masyarakat perikanan dengan didukung sektor lain.
Agribisnis perikanan merupakan suatu bentuk keterpaduan pengembangan desa pantai. Agribisnis merupakan kegiatan yang dimulai dari pengadaan sarana produksi, proses produksi, penenganan pasca panen dan pengolahan serta pemasaran produksi. Penerapan agribisnis secara utuh dan terpadu mengakibatkan produk dapat dipasarkan dengan baik sehingga nelayan dan pembudidaya ikan mendapatkan imbalan yang sebesar-besarnya.
Dalam pengembangan desa pantai, pemanfaatan sumberdaya harus dirancang secara optimal dan berkelanjutan. Pengelolaan yang baik dan bijaksana akan berdampak pada kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya alam sebagai faktor utama pendukung produksi perikanan pesisir. Sebaliknya pengelolaan yang ceroboh dan gegabah akan mengakibatkan kerusakan sumberdaya alam yang pada akhirnya daya dukungnya pada produksi perikanan pesisir akan menurun.
Propinsi Nusa Tenggara Barat yang memiliki luas wilayah peraian laut (perairan pantai dan lepas pantai) mencapai 31.148 km2 dengan panjang pantai 2.900 km mempunyai potensi yang bagus untuk pengembangan budidaya ikan kerapu dalam karamba jaring apung. Potensi areal untuk budidaya kerapu di NTB adalah 1.445 ha dengan 1.200 ha berada di Sumbawa. Dari potensi areal tesebut baru dapat dimanfaatkan 11 ha di Kab. Lombok timur dan 0,05 ha di Kab. Bima (Anonimous, 2002).
b.      Bentuk Desa Terpusat
Pola keruangan desa yang terpusat terdapat didaerah pergunungan. Pola pusat diojumpai pada suatu desa yang permukiman penduduknya berdekatan antara yang satu dengan yang lain dan membentuk suatu kelompok besar. Faktor yang mempengaruhi pola memusat antara lain :
1.      Daerah yang memiliki tanah yang subur dan dapat mengikat permukiman penduduk dalam suatu kelompok.
2.      Daerah dataran rendah yang luas.
3.      Daearah dengan permukaan air tanah yang dalam sehingga pembuatan sumur sulit karena memakan waktu dan biaya.
4.      Daerah yang keamanannya belum terjamin dari berbagai gangguan, baik dari kelompok lain maupun binatang buas.
Penduduk umumnya terdiri atas mereka yang seketurunan ; pemusatan tempat tinggal tersebut didorong oleh kegotongroyongan mereka; jika jumlah penduduk kemudian bertambah lalu pemekaran desa pegunungan itu mengarah kesegala jurusan, tanpa adanya rencana. Sementara itu pusat-pusat kegiatan penduduk pun dapat bergeser mengikuti pemekaran.

c.       Bentuk Desa Linear Di Daratan Rendah
Pemukiman penduduk didataran rendah umumnya memanjang sejajar dengan rentangan jalan raya yang menembus desa yang bersangkutan. Jika kemudian secara wajar artinya tanpa direncanakan desa mekar, tanah pertanian diluar desa sepanjang jalan desa menjadi pemukiman baru memang ada kalanya juga pemekaran kearah pedalaman sebelah menyebelah jalan raya. Maka harus dibuatkan jalan baru mengelilingi desa, jadi semacam ring road dengan maksud agar kawasan pemukiman baru tak terpencil.
d.      Bentuk Desa yang Mengelilingi Fasilitas Tertentu
Jenis ini juga terdapat didataran rendah. Yang dimaksudkan denagn fasilitas misalnya mata air, waduk, lapangan terbang, dan lain-lain. Arah pemekarannya dapat kesegala jurusan, sedang fasilitas-fasilitas untuk industri kecil dapat disebarkan dimana-mana sesuai dengan keinginan setempat.
Bentuk-bentuk desa seperti diuraikan diatas bertalian erat dengan usaha pengembangan dan penggalian sumber dayanya secara optimal. Dengan cara yang bijaksana perkembangan pemukiman dalam arti pemekarannya juga harus direncanakan secara khusus, sehingga terjamin wajah pemukiman yang baik dalam arti yang menguntungkan.

  
            2.2. Pola-pola Desa
            Menurut Bintarto ada 6 pola desa dikemukakan yaitu :
1.      Memanjang jalan : Susunan desanya mengikuti jalur-jalur jalan dan sungai. Contohnya terdapat didaerah Bantul, Jokyakarta
2.      Memanjang sungai : Susunan desanya mengikuti jalur-jalur jalan dan sungai. Contohnya terdapat didaerah Bantul, yogyakarta
3.      Radial : Pola desa ini berbentuk radial terhadap gunung dan memanjang sepanjang sungai dilereng gunung
4.      Tersebar : Pola desa didaerah gunung kidul – yogyakarta merupakan nucleus yang berdiri sendiri.
5.      Memanjang pantai : Didaerah pantai susunan desa nelayan berbentuk memanjang sepanjang pantai.
6.      Sejajar jalan kereta api.
Di Pakistan, geograf Misra merincinya lebih lengkap lagi menjadi 14 pola desa, yaitu :
1.       Segi empat memanjang ( rectangular ) ; tipe paling umum karena bentuk lahan pertaniannya. Kekompakan desa membutuhkan letak rumah yang saling berdekatan, karena tak ada tembok keliling yang mengamankannya. Pola segi 4 cocok bagi permukiman berkelompok.
  1. Bujur sangkar ( square ) ; tipe ini muncul di persilangan jalan, juga di permukiman bentuk segi 4 panjang yang terbagi 4 kelompok.
  2. Bujur sangkar ( 4 square )
  3. Desa memanjang ( elongated 1 ) ; kondisi alam dan budaya setempat telah membatasi pemekaran desa ke arah-arah tertentu sehingga terpaksa memanjangkan diri.
  4. Desa memanjang ( elongated 2 ) penjelasannya sama seperti diatas.
  5. Desa melingkar ( circular ) ; bentuk ini diwarisi ketika tanah masih kosong. Desa dibangun di atas urugan tanah, sehingga dari luar nampak seperti benteng dengan lubang untuk keluar masuk.
  6. Tipe beruji ( radial plan ) ; jika pusat desa berpengaruh besar atas perumahan penduduk, maka tercapai bentuk beruji. Pengaruh tersebut berasal dari istana bangsawan, rumah ibadah atau pasar.
  7. Desa poligonal ; karena desa tak pernah dibangun menurut rencana tertentu, maka nampak bentuk2 luar yang beragam. Bentuk ini antara melingkar dan segi empat panjang.
  8. Pola tapal kuda ( horse shoe ) ; dihasilkan oleh sebuah gundukan, bukit atau lembah, sehingga pola desa menjadi setengah melingkar.
  9. Tak teratur ( irregular ) : desa yang masing-masing rumahnya tak karuan alang ujurnya.
  10. Inti rangkap ( double nucleus ) ; desa kembar hasil pertemuan-pertemuen  permukiman yang saling mendekat, misalnya akibat lokasi stasiun kereta api di antara keduanya.
  11. Pola kipas ; ( Fan-pattern )  tumbuh dari pusat yang letaknya di salah satu ujung permukiman, dari situ jalan raya menuju ke segala arah.
  12. Desa pinggir jalan raya ( street ) ; desa ini memanjang sepanjang jalan raya, pasar berada di tengah, jalan kereta api menyusuri jalan raya tsb.
  13. Desa bulat telur ( oval ) ; sengaja dibuat menurut rencana demikian.












BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat kita ambil kesimpulan antara lain :
1.       Bintarto menyatakan ada 6 pola desa: memanjang jalan, memanjang sungai, radial, tersebar, memanjang pantai, memanjang pantai dan sejajar jalan kereta api.
2.      Didaerah pantai yang landai dapat tumbuh suatu permukiman, yang mata pencarian penduduknya dibidang perikanan, perkebunan kelapa, dan perdagangan
3.      Pola keruangan desa yang terpusat terdapat didaerah pergunungan. Pola pusat dijumpai pada suatu desa yang permukiman penduduknya berdekatan antara yang satu dengan yang lain.
4.      Pemukiman penduduk didataran rendah umumnya memanjang sejajar dengan rentangan jalan raya yang menembus desa yang bersangkutan.
5.      Jenis ini juga terdapat didataran rendah. Yang dimaksudkan denagn fasilitas misalnya mata air, waduk, lapangan terbang, dan lain-lain.




DAFTAR PUSTAKA
Mansur, Y. M. 1988. Sistem Kekerabatan dan Pola Pewarisan. Jakarta: Pustaka Graika Kita.
Rapoport, A. 1993. Development, Culture, Change and Supportive Design. USA: University of Wisconsin-Milwaukee.
Sasongko, I. 2002. Transformasi Struktur Ruang pada Permukiman Sasak, Kasus: Permukiman Desa Puyung. Jurnal ASPI. 2 (1):117-125.
Soekanto, S. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Cetakan ke-35, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Daldjoeni, N. 2003. Geografi Kota dan Desa. Bandung: P.T. Alumni.
Soeroto, M. 2003. Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar