BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Eksistensialisme menjadi salah satu ciri pemikiran filsafat
abad ke- 20 yang sangat mendambakan adanya otonomi dan kebebasan manusia yang sangat besar untuk
mengaktualisasikan dirinya. Dari
perspektif eksistensialisme, pendidikan sejatinya adalah upaya pembebasan
manusia dari belenggu-belenggu yang mengurungnya. Sehingga terwujudlah eksistensi
manusia ke arah yang lebih humanis dan beradab. Beberapa pemikiran
eksistensialisme dapat menjadi landasan atau semacam bahan renungan bagi para
pendidik agar proses pendidikan yang dilakukan semakin mengarah pada pembebasan
manusia yang sesungguhnya.
Eksistensialisme menentang ajaran materialisme
yang memperhatikan prinsip manusia yang hanya sebagai benda.
Eksistensialisme merupakan filsafat yang memandang segala gejala dengan
berpangkal kepada eksistensi. Yaitu cara manusia berada di dalam dunia. Cara
manusia berada di dalam dunia berbeda dengan cara berada benda-benda. Filsafat
eksistensialisme menutamakan individu
sebagai faktor dalam menentukan apa yang baik dan dan benar. Norma-norma hidup
berbeda secara individual dan ditentukan masing-masing secara bebas.
1.2 Tujuan
v Memberi bekal pengalaman yang luas dan
komprehensif dalam semua bentuk kehidupan
v Untuk mendorong setiap individu agar mampu
mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah dan Pengertian Eksistensialisme
Istilah eksistensialisme dikemukakan oleh ahli filsafat
Jerman Martin Heidegger (1889-1976). Eksistensialisme adalah merupakan filsafat
dan akar metodologinya berasal dari metoda fenomologi yang dikembangkan oleh Hussel
(1859-1938). Munculnya eksistensialisme berawal dari ahli filsafat Kieggard dan
Nietzche. Kiergaard Filsafat
Jerman (1813-1855) filsafatnya untuk menjawab pertanyaan “Bagaimanakah aku
menjadi seorang individu)”. Hal ini terjadi karena pada saat itu terjadi krisis
eksistensial (manusia melupakan
individualitasnya). Kiergaard menemukan jawaban untuk pertanyaan
tersebut manusia (aku) bisa menjadi individu yang autentik jika memiliki
gairah, keterlibatan, dan komitmen pribadi dalam kehidupan. Nitzsche (1844-1900) filsuf jerman
tujuan filsafatnya adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi
manusia unggul”. Jawabannya manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai
keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani.
Eksistensialisme merupakan filsafat yang secara khusus
mendeskripsikan eksistensi dan pengalaman manusia dengan metedologi
fenomenologi, atau cara manusia berada. Eksistensialisme adalah suatu reaksi
terhadap materialisme dan idealisme. Pendapat
materialisme bahwa manusia adalah benda dunia, manusia
itu adalah materi , manusia adalah sesuatu yang ada tanpa menjadi Subjek. Pandangan manusia menurut
idealisme adalah manusia hanya sebagai subjek atau hanya sebagai suatu
kesadaran. Eksistensialisme berkayakinan bahwa paparan manusia harus
berpangkalkan eksistensi, sehingga aliran eksistensialisme penuh dengan
lukisan-lukisan yang kongkrit.
Eksistensi oleh kaum eksistensialis disebut Eks bearti
keluar, sintesi berarti berdiri. Jadi ektensi berarti berdiri sebagai diri
sendiri.
Menurut beberapa ahli:
v Eksistensialisme merupakan aliran yang mengakui
bahwa tidak ada alam semesta selain alam manusia (Drs. Amsal Amri, M.Pd : 51 )
v Eksistensialisme merupakan filsafat yang
memandang segala gejala berpangkal pada eksistensi. Eksistensi adalah cara
manusia berada di dunia (Drs. Uyoh sadulloh, M.Pd :135)
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa eksistensialisme
adalah aliran yang memandang bahwa tidak ada alam semesta selain alam manusia.
2.2 Tujuan
Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah
untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensinya untuk
pemenuhan diri dan memberi bekal pengalaman yang luas dan komprehensif dalam semua bentuk kehidupan.
Setiap individu
memiliki kebutuhan dan perhatian yang spesifik berkaitan dengan pemenuhan
dirinya, sehingga dalam menentukan kurikulum tidak ada kurikulum yang pasti dan
ditentukan berlaku secara umum.
2.3. Peran guru
Melindungi dan memelihara
kebebasan akademik, dimana mungkin guru pada hari ini, besok lusa menjadi murid(power
1982)
Para guru harus memberikan kebebasan kepada siswa memilih dan memberi
mereka pengalaman-pengalaman yang akan membantu mereka menemukan makna dari
kehidupan mereka. Pendekatan ini berlawanan dengan keyakinan banyak orang,
tidak berarti bahwa para siswa boleh melakukan apa saja yang mereka sukai :
logika menunjukkan bahwa kebebasan memiliki aturan, dan rasa hormat akan
kebebasan orang lain itu penting.
Guru hendaknya memberi semangat kepada siswa untuk memikirkan dirinya dalam
suatu dialog. Guru menanyakan tentang ide-ide yang dimiliki siswa, dan
mengajukan ide-ide lain, kemudian guru membimbing siswa untuk mengarahkan siswa
dengan seksama sehingga siswa mampu berpikir relatif dengan melalui
pertanyaan-pertanyaan.
2.4. Peserta Didik
Aliran eksistensialisme memandang siswa sebagai makhluk rasional dengan
pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya dan siswa dipandang sebagai
makhluk yang utuh yaitu yang akal pikiran, rohani, dan jasmani yang semua itu
merupakan kebulatan dan semua itu perlu dikembangkan melalui pendidikan. Dengan
melaksanakan kebebasan pribadi, para siswa akan belajar dasar-dasar tanggung
jawab pribadi dan sosial.
2.5. Kurikulum
Aliran eksistensialisme menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal itu
berkontribusi pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam suatu
tingkatan kepekaan personal yang disebut Greene “kebangkitan yang luas”.
Kurikulum ideal adalah kurikulum yang memberi para siswa kebebasan individual
yang luas dan mensyaratkan mereka untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan mereka
sendiri.
Menurut pandangan eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran tertentu
yang lebih penting daripada yang lainnya. Mata pelajaran merupakan materi
dimana individu akan dapat menemukan dirinya dan kesadaran akan dunianya.
Kurikulum eksistensialisme memberikan perhatian yang besar terhadap
humaniora dan seni. Karena kedua materi tersebut diperlukan agar individu dapat
mengadakan introspeksi dan mengenalkan gambaran dirinya. Pelajaran harus
didorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan
keterampilan yang dibutuhkan, serta memperoleh pengetahuan yang diharapkan.
Kurikulum yang diutamakan adalah kurikulum liberal. Kurikulum liberal merupakan
landasan bagi kebebasan manusia. Kebebasan memiliki aturan-aturan. Oleh karena
itu, disekolah diajarkan pendidikan sosial, untuk mengajar “respek” (rasa
hormat) terhadap kebebasan untuk semua.
2.6. Metode
Tidak ada pemikiran yang mendalam tentang metode, tetapi metode apapun yang
dipakai harus merujuk pada cara untuk mencapai kebahagiaan dan karakter yang
baik.
Diskusi merupakan metode utama dalam pandangan eksistensialisme. Siswa
memiliki hak untuk menolak interpretasi guru tentang mata pelajaran. Sekolah
merupakan suatu forum dimana para siswa mampu berdialog dengan teman-temannya,
dan guru membantu menjelaskan kemajuan siswa dalam pemenuhan dirinya.
2.7. Evaluasi
Eksistensialisme berpandangan bahwa
eksistensi di atas dunia selalu terkait pada keputusan-keputusan individu, artinya, andaikan
individu tidak mengambil suatu keputusan maka pastilah tidak ada yang terjadi.
Individu sangat menentukan terhadap sesuatu yang baik, terutama sekali bagi
kepentingan dirinya. Jadi menurut aliran ini manusia itu sendirilah yang dapat
menentukan seseuatu itu baik atau buruk. Ungkapan dari aliran ini adalah “
Truth is subjectivity” atau kebenaran terletak pada pribadinya maka disebutlah
baik, dan sebaliknya apabila keputusan itu tidak baik bagi pribadinya maka
itulah yang buruk.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Eksistensialisme merupakan filsafat yang secara khusus
mendeskripsikan eksistensi dan pengalaman manusia dengan metedologi
fenomenologi, atau cara manusia berada. Eksistensialisme adalah suatu reaksi
terhadap materialisme dan idealisme Pendapat materialisme terhadap manusia
adalah manusia adalah benda dunia, manusia itu adalah materi , manusia adalah
sesuatu yang ada tanpa menjadi Subjek.
3.2. Saran
Kami
mengharapkan kepada rekan-rekan mahasiswa/i agar banyak-banyak membaca buku
referensi yang lain terutama tentang pembahasan “Aliran Eksistensialisme”. Karena kami
menyadari dalam pembuatan makalah ini kami masih banyak kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA
Amri,
Amsal. 2009. STUDI FILSAFAT PENDIDIKAN.
Banda aceh : PeNA.
Nasution.
2003. Asas-asas Kurikulum. Jakarta :
Bumi Aksara.
Sadulloh, Uyoh. 2010. PENGANTAR Filsafat Pendidikan. Bandung :
cv ALVABETA.Surajiyo. 2000. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta :
Institut Ilmu Sosial dan Politik.
0 komentar:
Posting Komentar