BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang masalah
Sasaran
pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk
menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaanya. Potensi kemanusiaan merupakan
benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Tugas mendidik hanya mungkin dilakukan
dengan benar dan tepat tujuan, jika pendidikan memiliki ciri khas yang secara
prinsipil berbeda dengan hewan.
Ciri khas
manusia yang membedakannya dari hewan terbentuk dari kumpulan terpadu dari apa
yang disebut dengan hakekat menusia. Disebut sifat hakekat manusia karena
secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat
pada hewan. Pemahaman pendidikan terhadap sifat hakekat manusia akan membentuk
peta tentang karakteristik manusia dalam bersikap, menyusun startegi, metode
dan tekhnik serta memilih pendekatan dan orientasi dalam merancang dan
melaksanakan komunikasi dalam interaksi edukatif.
Sebagai
pendidik bangsa Indonesia, kita wajib memiliki kejelasan mengenai hakekat
manusia Indonesia seutuhnya. Sehingga dapat dengan tepat menyusun rancangan dan
pelaksaaan usaha kependidikannya. Selain itu, seorang pendidik juga harus mampu
mengembangkan tiap dimensi hakikat manusia, sebagai pelaksanaan tugas kependidikanya
menjadi lebih profesional.
1.2 Rumusan masalah
Dari beberapa uraian latar belakang diatas, dapat diambil beberapa rumusan
masalah antara lain:a) Apa yang dimaksud dengan sifat hakikat manusia?
b) Bagaimana wujud sifat hakikat manusia?
c) Bgaimana pengembangan wujud sifat hakikat manusia?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan dari makalah ini yaitu:
a) Untuk mengenal lebih dalam tentang
sifat hakikat manusia.
b) Untuk mengetahui wujud sifat
hakikat manusia.
c) Untuk memahami pengembangan
wujud sifat hakikat manusia
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Sifat
hakekat manusia
1. Pengertian
sifat hakekat manusia
Sifat
hakekat manusia diartikan sebagai sifat yang karakteristik, yang secara
prinsipal (jadi bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan. Meskipun
manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya.
2. Wujud
sifat hakekat manusia
a.
Kemampuan menyadari
diri
Kaum
rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya kemampuan
menyadari diri yang dimiliki oleh manusia.
Berkat
adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia itu, maka manusia
menyadari bahwa dirinya (akunya) memiliki ciri khas atau karakteristik diri.
Hal ini pa menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan Aku-Aku yang lain
(ia, mereka) dan dengan non Aku (lingkungan fisik) disekitarnya. Bahkan bukan
hanya membedakan, lebih dari itu manusia dapat membuat jarak (distansi) dengan
lingkungannya. Baik yang berupa pribadi maupun non pribadi/benda. Orang lain
merupakan pribadi-pribadi disekitar, adapun pohon, batu, cuaca, dll merupakan
lingkungan non pribadi.
Kemampuan
membuat jarak dengan lingkungannya berarah ganda, yaitu arah keluar dan
kedalam.
b.
Kemampuan bereksistensi
Kemampuan
bereksistensi adalah kemampuan individu menempatkan diri dan menerobos serta
mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan soal ruang
dan waktu. Dengan demikian manusia tidak terbelunggu oleh tempat atau ruang ini
(disini) dan waktu ini (sekarang), tapi dapat menembus ke “sana” dan ke”masa
depan” “ataupun masa lampau”
Kemampuan
bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar
belajar dari pengalamannya, belajar mengantisipasi sesuatu keadaan dan
peristiwa, belajar melihat prospek masa depan dari sesuatu, serta
mengembanagkan daya imajinasi kratif sejak dari masa kanak-kanak
c.
Pemilikan kata hati
Kata
hati atau conscience of man juga sering disebut dengan istilah hati nurani,
lubuk hati, dst
Conscience
ialah “pengertian yang ikut serta” atau “pengertian yang mengikuti perbuatan”.
Manusia
memiliki pengertian yang menyertai tentang apa yang akan sedang dan telah
dibuatnya, bahkan mengerti juga akibatnya (baik atau buruk) bagi manusia
sebagai manusia.
Dengan
sebutan pelita hati atau hati nurani menunjukkan bahwa kata hati itu
adalah kemampuan pada diri manusia yang
memberi penerangan tentang baik buruknya perbuatannya sebagai manusia.
Dapat
disimpulkan bahwa kata hati itu adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang
baik/benar dan yang buruk/salah bagi manusia sebagai manusia.
d.
Moral
Jika
kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan, maka
yang dimaksud dengan moral (yang sering juga disebut etika) adalah perbuatan
itu sendiri.
Moral
yang sinkron dengan kata hati yang tajam yaitu yang benar-benar baik bagi
manusia sebagai amnusia merupakan moral yang baik atau moral yang tinggi
(luhur)
Sebaliknya,
perbuatan yang tidak sinkron dengan kata hati yang tajam ataupun merupakan
realisasi dari kata hati yang tumpuldisebut moral yang buruk atau moral yang
rendah (asor) atau lazim dikatakan tidak bermoral
Seseorang
dikataka bermoral tinggi karena ia menyatukan diri dengan nilai-nilai yang
tinggi, serta segenap perbuatannya merupakan peragaan dari nilai-nilai yang
tinggi tersebut.
e.
Tanggung jawab
Tanggung
jawab dapat diartikan sebagai keberanian untuk menentukan bahwa sesuatu
perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia, dan bahwa hanya karena itu
perbuatan tersebut dilakukan sehingga sanksi apapun yang dituntutkan (oleh kata
hati , oleh masyarakat, oleh norma-norma agama), diterima dengan penuh
kesadaran dan kerelaan.
Kesediaan
untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab, merupakan
pertanda dari sifat orang yang bertanggung jawab.
f.
Rasa kebebasan
Merdeka
adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu) tetapi yang sesuai dengan
tuntutan kodrat manusia.
Kemerdekaan
dalam arti yang sebenarnya memang berlangsung dalam keterikatan. Artinya, bebas
berbuat sepanjang tidak bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia.
g.
Kewajiban dan hak
Kewajiban
dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari manusia
sebagai makhluk sosial. Yang satu ada hanya oleh karena adanya yang lain. Tak
ada hak tanpa kewajiban. Jika seseorang mempunyai hak untuk menuntut sesuatu
maka tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut (yang
pada saat itu belum dipenuhi). Sebaliknya, kewajiban ada oleh karena ada pihak
lain yang harus dipenuhi haknya.
Pada
dasarnya hak itu adalah sesuatu yang masih kosong, artinya meskipun hak tentang
sesuatu itu ada, belum tentu seseorang mengetahuinya (misalnya hak memperoleh
perlindungan hukum). Dan meskipun sudah diketahui, belum tentu orang mau
mempergunakannya (misalnya hak cuti tahunan). Namun terlepas dari persoalan
apakah hak itu diketahui atau tidak, dibalik itu tetap ada pihak yang
berkewajiban untuk bersiap sedia memenuhinya.
h.
Kemampuan menghayati
kebahagiaan
Kebahagiaan
adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia. Penghayatan hiup yang
disebut “kebahagiaan” ini meskipun tidak mudah untuk dijabarkan tetapi sulit
untuk dirasakan. Dapat diduga, bahwa hampir setiap orang pernah mengalami rasa
bahagia.
Sebagian
orang mungkin menganggap bahwa seseorang yang mengalami rasa senang atau
gembira itulah sedang mengalami kebahagiaan
Sebahagian
lagi menganggap bahwa rasa senang hanya merupakan aspek dari kebahagiaan, sebab
kebahagiaan sifatnya lebih permanen dari pada perasaan senang yang sifatnya
lebih temporer. Dengan kata lain, kebahagiaan lebih merupakan integrasi atau
rentetan dari sejumlah kesenangan
Malah
mungkin ada yang lebih jauh lagi berpendapat bahwa kebahagiaan tidak cukup
digambarkan hanya sebagai himpunan dari pengalaman-pengalaman yang menyenangkan
saja, tetapi lebih dari itu, merupakan integrasi dari segenap kesenangan,
kegembiraan, kepuasan dan lain-lain sejenisnya dengan pengalaman-pengalaman
pahit dan penderitaan. Proses integrasi dari kesemuanya itu (yang menyenangkan
maupun yang pahit) menghasilkan suatu bentuk penghayatan hidup yang disebut
“bahagia” .
2.2 Dimensi-dimensi
hakekat manusia, Potensi,
Keunikan dan Dinamika
1. Dimensi keindividualan
Lysen mengartikan individu sebagai “ orang seorang”,
sesuatu yu keutang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in
devide), selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi.
Setiap anak manusia yang dilahirkan telah dikaruniai
potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain atau menjadi seperti dirinya
sendiri. Tidak ada diri individu yang identik dimuka bumi, setiap orang
memiliki individualitas. Bahkan dua anak kembar yang berasal dari satu
telurpun, yang lazim dikatakan seperti pinang dibelah dua, serupa dan sulit
dibedakan satu dari yang lain, hanya serupa tapi tidak sama, apalagi identik.
Hal ini berlaku baik pada sifat-sifat fisiknya maupun hidup kejiwaannya
(kerohaniannya).
Dikatakan bahwa setiap individu bersifat unik (tidak
ada tara dan bandingannya). Secara fisik mungkin bentuk muka sama tetapi terdapat
perbedaan mengenai matanya. Secara kerohanian mungkin kapasitas intelegensinya
sama tetapi kecenderungan dan perhatiannya terhadap sesuatu berbeda. Karena
adanya individualitas itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita,
kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda.
2. Dimensi kesosialan
Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas.
Pernyataan tersebut diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih kemungkinan
untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat
saling berkomunikasi yang pada hakekatnya didalamnya terkandung unsure
saling member dan menerima. Bahkan menurut langeveld, adanya kesediaan untuk
saling member dan menerima itu dipandang sebagai kunci sukses pergaulan. Adanya
dorongan untuk menerima dan memberi itu sudah menggejala pada masa bayi.
Seorang bayi sudah dapat menyambut atau menerima belaian ibunya dengan
rasa senang. Kemudian sebagai balasan ia dapat memberikan senyuman pada
lingkungannya, khususnya pada ibunya. Kelak jika sudah dewasa, dan menduduki
status atau pekerjaan tertentu, dorongan menerima dan memberi itu berubah
menjadi kesadaran akan hak yang harus diterima dan kewajiban yang harus
dilaksanakan untuk kepentingan pihak lain sebagai realisasi dari memberi.
3. Dimensi kesusilaan
Susila berasal dari kata su + sila yang artinya
kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi di dalam kehidupan bermasyarakat
orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika didalam yang pantas atau sopan
itu misalnya terkandung kejahatan terselubung. Karena itu maka pengertian
susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih.
Persoalan
kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakekatnya manusia
memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya
sehingga dikatakan manusia itu adalah makhluk susila.
Drijarkara mengartikan manusia susila sebagai manusia
yang memiliki nilai-nilai, menghayati dan melaksanakan nilai-nilai tersebut
dalam perbuatan. Nilai-nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh
manusia, karena mengandung makna kebaikan, keluhuran, kemuliaan, dst, sehingga
oleh karena itu Penjenja diyakini dan dijadikan pedoman dalam hidup.
4. Dimensi keberagaman
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk religious.
Sejak dahulu kala, sebelum manusia mengenal agama mereka telah percaya bahwa
diluar alam yang dapat dijangkau dengan perantaraan alat inderanya diyakini
akan adanya kekuatan supranatural yang menguasai hidup di alam semesta ini.
Beragama merupakan kebutuhan manusia, karena manusia
adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia
memerlukan agama demi untuk keselamatan hidupnya. Agama menjadi sandaran
vertical manusia, manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan
agama. Ph. Kohnstamm berpendapat bahwa pendidikan agama seyogyanya menjadi
tugas orang tua, dalam lingkungan keluarga, karena pendidikan agama adalah
persoalan efektif dan kata hati. Pesan-pesan agama harus tersalur dari hati ke
hati. Terpencar dari ketulusan dan kesungguhan hati orang tua dan menembus kata
anak. Dalam hal ini orang tualah yang paling cocok sebagai pendidik, karena ada
hubungan darah dengan anak. Pendidikan agama yang diberikan secara massal
kurang sesuai. Pendapat kohnstamm ini mengandung kebenaran dilihat dari segi kualitas hubungan antara pendidik dengan
peserta didik.
Disamping itu juga penanaman sikap dan kebiasaan dalam
beragama harus dimulai sedini mungkin, meskipun masih terbatas pada latihan
kebiasaan (habitat formation). Tetapi untuk pengembangan pengkajian lebih
lanjut tentunya tidak dapat diserahkan hanya kepada orang tua. Untuk itu
pengkajian agama secara massal dapat dimanfaatkan misalnya pendidikan agama di
sekolah.
2.3 Pengembangan Dimensi Hakekat Manusia
Sasaran pendidikan adalah
manusia sehingga dengan sendirinya pengembangan dimensi hakekat manusia menjadi
tugas pendidikan. Manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakekat manusia,
tetapi masih dalam wujud potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan
atau “ aktualisasi”. Dari kondisi “potensi” menjadi wujud aktualisasi terdapat
rentangan proses yang mengundang pendidikan
untuk berperan dalam memberikan
jasanya.
Setiap manusia lahir
dikaruniai “naluri” yaitu dorongan-dorongan yang alami ( dorongan makan, seks,
mempertahankan diri, dll). Jika seandainya manusia dapat hidup hanya dengan
naluri, maka tidak ada bedanya ia dengan hewan. Hanya melalui pendidikan status
hewani itu dapat diubah kearah atatus manusiawi. Meskipun pendidikan itu pada
dasarnya baik, tatapi dalam pelaksanaannya mungkin saja bias terjadi
kesalahan-kesalahan yang lazimnya disebut salah didik. Hal demikian bisa
terjadi karena pendidik itu adalah manusia biasa, yang tidak luput dari
kelemahan-kelemahan.
1.
Pengembangan utuh
Tingkat keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua
faktor, yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan
kulitas pendidikan yang disediakan untuk memberikan/pelayanana atas
perkembangannya. Optimisme ini timbul berkat pengaruh perkembangan iptek yang
sangat pesat yang memberikan dampak kepada peningkatan perekayasaan pendidikan
melalui teknologi pendidikan.
Pengembangan yang utuh dapat dapat dilihat dari berbagai segi yaitu:
a. Dari
wujud dimensi yaitu, aspek jasmani dan rohani.
b. Dari
arah pengembangan yaitu, aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
2.
Pengembangan yang tidak utuh
Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan
terjadi di dalam proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia
yang terabaikan untuk ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh
pengembangan dimensi keindividualan ataupun dominan afektif didominasi oleh
pengembangan dominan kognitif.
Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang
pincang dan tidak mantap. Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang
patologis.
2.4 Sosok
Manusia Seutuhnya.
Sosok manusia seutuhnya telah dirumuskan dalam GBHN mengenai arah
pembangunan jangaka panjang. Dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan
di dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia.
Sosok manusia seutuhnya berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya
mengejar kemajuan lahiriah, seperti sandang, pangan, kesehatan, ataupun
batiniah seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang
bertanggung jawab, atau rasa keadilan, melainkan keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan antara keduanya sekaligus batiniah. Selanjutnya juga diartikan
bahwa pembangunan itu merata diseluruh tanah air, bukan hanya untuk golongan
atau sebagian dari masyarakat. Selanjutnya juga diartikan sebagai keselarasan
hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama manusia, antara manusia
dengan lingkungan alam sekitarnya, keserasian hubungan antara bangsa-bangsa,
dan keselarasan antara cita-cita hidup di dunia dengan kebahagiaan di akhirat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia merupakan makhluk yang
sempurna. Manusia memiliki akal untuk menghadapi kehidupannya di dunia ini.
Akal juga memerlukkan pendidikan sebagai obyek yang akan dipikirkan. Fungsi
akal tercapai apabila akal itu sendiri dapat menfungsikan, dan obyeknya itu
sendiri adalah ilmu pengetahuan. Maka dari itu, manusia pada hakikatnya adalah
makhluk peadagogis, makhluk social, makhluk individual, makhluk beragama.
Setiap manusia mempunyai hakekat
dan dimensi yang dimilikinya. Dan dalam diri manusia itu terdapat
potensi–potensi terpendam yang dapat ditumbuhkembangkan menuju kepribadian yang
mantap.
3.2 Saran
Sebagai calon guru kita
seharusnya memperhatikan anak didik dan memberikan bimbingan agar
potensi–potensi terpendam yang terdapat dalam diri peserta didik dapat ditumbuh
kembangkan menuju kepribadian yang mantap.
3 komentar:
Hakekat Manusia Seutruhnya adalah kembali ke titik Nol, kembali ke awal maksud dan tujuan Tuhan YME menciptakan Manusia, sebagai wakil Nya diatas bumi, sebagai Khalifah, atau pemimpin yang transenden, kunjungi blog mahesakariban.wordpress.com
oke2
thank atas komentya
oke2
thank atas komentya
Posting Komentar