BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Filsafat
pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan, dan
orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan. Hal tersebut akan mewarnai
perbuatan mereka secara arif dan bijak, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya
dengan falsafah umum, falsafah bangsa dan negaranya. Pemahaman akan filsafat
pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba
tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
Dalam mengkaji
peranan filsafat pendidikan, dapat ditinjau dari tiga lapangan filsafat, yaitu
metafisika,epistemologi, dan aksiologi.
1.2
Tujuan
v
Dengan
berfikir filsafat seseorang bisa menjadi manusia, lebih mendidik dan membangun
diri sendiri.
v
Seseorang
dapat menjadi orang yang dapat berfikir sendiri.
v
Memberikan
dasar-dasar pengetahuan, memberikan pandangan yang sintesis pula sehingga seluruh pengetahuan
merupakan satu kesatuan.
v
Hidup
seseorang tersebut dipimpin oleh pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang
tersebut. Sebab itu mengetahuai pengetahuan-pengetahuan terdasar berarti
mengetahui dasar-dasar hidup diri sendiri.
v
Bagi
seorang pendidik filsafat mempunyai kepentingan istimewa karena filsafatlah
yang memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang mengenai
manusia seperti misalnya ilmu mendidik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Metafisika
dan Pendidikan
Metafisika
merupakan bagian dari filsafat spekulatif. Yang menjadi pusat persoalannya
adalah hakikat realitas akhir. Dengan lahirnya sains, banyak orang beranggapan
bahwa metafisika merupakan barang kuno. Menurut mereka, penemuan ilmiah
betul-betul dapat dipercaya karena dapat diukur, sebaliknya pemikiran
metafisika tidak dapat dibuktikan kebenarannya dan tidak memiliki aplikasi
praktis.
Tetapi dewasa
ini kita kenal bahwa metefisika dan sains merupakan dua kegiatan yang berbeda,
memiliki nilai dan manfaat dalam lapangannya masing-masing.
Metafisika
secara praktis akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak
bergaul dengan sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami
tentang segala sesuatu yang ada.
Metafisika
merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah hakikat : hakikat dunia,
hakikat manusia, termasuk di dalamnya hakikat anak.mempelajari metafisika bagi
filsafat pendidikan diperlukan untuk mengontrol secara implisit tujuan
pendidikan, untuk mengetahui bagaimana dunia anak, apakah ia merupakan makhluk
rohani atau jasmani saja, atau keduanya.
Metafisika
memiliki implikasi-implikasi penting untuk pendidikan karena kurikulum sekolah
berdasarkan pada apa yang kita ketahui mengenai realitas. Dan apa yang kita
ketahui tentang realitas itu didorong oleh jenis-jenis pertanyaan yang diajukan
mengenai dunia. Pada kenyataannya, setiap posisi yang berkenaan dengan apa yang
harus diajarkan sekolah dibelakangnya memiliki suatu pandangan realitas
tertentu, sejumlah respons tertentu pada pertanyaan-pertanyaan metafisika.
a.
Teologi
Teologi
merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang Tuhan. Mengajukan
pertanyaan-pertanyaan sekitar Tuhan dan begaimana hubungannya dengan realitas,
bagaimana hubungan Tuhan dengan manusia dan dengan kosmos. Siapa Tuhan,
bagaimana sifat-sifatNya. Dalam kaidah islam tidak dipikirkan tentang zat Tuhan,
melainkan yang dipikirkan hanyalah tentang ciptaanNya. Pengertian realistis
tidak hanya terbatas pada yang lahiriah, melainkan menyangkut realitas yang
ghaib, seperti malaikat,jin, qadha dan qadar, hari akhir dan hari kebangkitan,
hari pembalasan, dan mukjizat yang diberikan kepada RasulNya.
Alquran menurut
pandangan islam, merupakan firman Allah yang disampaikan melalui perantara
malaikat jibril. Malaikat jibril merupakan malaikat yang memiliki kedudukan
yang paling tinggi dari keseluruhan malaikat disisi Allah, sehingga seluruh
malaikat menghormati dan mempercayainya.
Masyarakat yang
berpandangan materialistis, dimana segala yang ada bersifat materi. Manusia
adalah materi seperti halnya benda-benda lain. Setelah dia mati, manusia tidak
mengalami kehidupan apa-apa. Mereka beranggapan bahwa mereka hidup karena
sistem materi yang terjadi dalam tubuhnya. Manusia hidup karena faktor
eksternal, seperti air, udara, iklim. Dan faktor internal seperti, metabolisme
yang terjadi didalam tubuhnya.
Dalam
pelaksanaan pendidikan pandangan tersebut tidak akan mempertimbangkan kehidupan
rohaniah. Tujuan pendidikan yang dipertimbangkan adalah kehidupan duniawi
belaka. Pendidikan hanya ditentukan oleh lingkungan yang dapat diukur dan dapat
diamati. Tidak akan dipertimbangkan kehidupan setelah kematian.
b.
Kosmologi
Kosmologi (kosmos, "alam
semesta", dan logia, "studi"), dalam penggunaan yang ketat,
mengacu pada studi tentang alam semesta dalam totalitasnya seperti sekarang
(atau setidaknya seperti yang dapat diamati sekarang), dan dengan perluasan,
tempat manusia di dalamnya. Meskipun kata kosmologi baru (pertama kali
digunakan tahun 1730 dalam Kristen Wolff's Cosmologia generalis), studi tentang
alam semesta memiliki sejarah panjang yang melibatkan ilmu pengetahuan, filsafat,
esoterisme, dan agama.
Dalam beberapa kali, fisika dan astrofisika telah
memainkan peran sentral dalam membentuk pemahaman alam semesta melalui
observasi ilmiah dan percobaan, atau apa yang dikenal sebagai kosmologi fisik
berbentuk baik melalui matematika dan observasi dalam analisis seluruh alam
semesta. Dengan kata lain, dalam disiplin, yang berfokus pada alam semesta
seperti yang ada pada skala terbesar dan di saat-saat awal, secara umum
dipahami untuk memulai dengan Big Bang (mungkin dikombinasikan dengan inflasi
kosmis) - perluasan ruang dari mana alam semesta itu sendiri diperkirakan
muncul ~ 13,7 ± 0,2 × 109 (13,7 miliar) tahun lalu. Dari awal kekerasan dan
sampai berakhir berbagai spekulatif, kosmolog mengusulkan bahwa sejarah alam
semesta telah diatur sepenuhnya oleh hukum-hukum fisika. Teori alam semesta
yang impersonal diatur oleh hukum-hukum fisik yang pertama kali diusulkan oleh
Roger Bacon. Kemudian Dmitry Grinevich didukung undang-undang yang diusulkan
Bacon melalui beberapa percobaan yang ia dilakukan melibatkan hukum-hukum fisik
yang berbeda. Antara domain agama dan ilmu pengetahuan, berdiri perspektif
filosofis kosmologi metafisik. Bidang ini kuno studi berupaya untuk menarik
kesimpulan intuitif tentang sifat alam semesta, manusia, Tuhan dan atau
hubungan mereka berdasarkan perpanjangan dari beberapa set fakta diduga
dipinjam dari pengalaman spiritual dan atau observasi.
Tapi kosmologi metafisik juga telah diamati sebagai menempatkan manusia di alam semesta dalam hubungan dengan semua entitas lain. Hal ini ditunjukkan dengan observasi yang dibuat oleh Marcus Aurelius tempat seorang pria dalam hubungan bahwa: "Dia yang tidak tahu apa dunia ini tidak tahu di mana dia, dan dia yang tidak tahu untuk tujuan apa dunia ini ada, tidak tahu siapa dia, atau apa dunia ini. Ini adalah tujuan dari kosmologi metafisik kuno.
Kosmologi ini sering merupakan aspek penting dari mitos penciptaan agama yang berusaha untuk menjelaskan keberadaan dan sifat realitas. Dalam beberapa kasus, pandangan tentang penciptaan (kosmogoni) dan perusakan (eskatologi) dari alam semesta memainkan peran sentral dalam membentuk kerangka kosmologi agama.
c.
Manusia
Manusia adalah
subyek pendidikan, dan sekaligus pula sebagai obyek pendidikan. Sebagai subyek
pendidikan, manusia bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pendidikan.
Manusia dewasa yang berfungsi sebagai pendidik bertanggung jawab untuk
melaksanakan misi manusia di mana pendidikan berlangsung. Sebagai obyek
pendidikan, manusia merupakan sasaran, pembinaan dalam melaksanakan proses
pendidikan, yang pada hakikatnya ia memiliki pribadi yang sama seperti manusia
dewasa, namun karena kodradnya belum berkembang.
Proses
pendidikan merupakan interaksi pluralistis antara manusia dengan manusia,
dengan lingkungan alamiah, sosial, dan kultural akan sangat ditentukan oleh
aspek manusianya.
Pendidikan dalam
arti luas dan mendasar adalah usaha membantu manusia untuk merealisasikan
dirinya, memanusiakan manusia. Pendidikan berusaha membantu manusia untuk
menyingkapkan dan menemui rahasia alam, mengembangkan fitrah manusia yang
merupakan potensi untuk berkembang.
1)
Manusia
sebagai makhluk individu
Manusia pada
hakikatnya sebagai makhluk yang unik, berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya. Tidak ada manusia yang persis sama diciptakan tuhan di jagad raya ini,
walaupun pada anak kembar sekalipun.
Menurut Zanti
Arbi dan Syahrun (1991: 10), setiap orang bertanggung jawab atas dirinya, atas
pikiran, perasaan, pilihan, dan perilakunya. Orang yang betul-betul manusia
adalah orang yang bertanggung jawab penuh. Tidak ada orang lain yang dapat mengambil
alih tanggung jawab dalam hidupnya. Kata hatinya adalah kata hatinya sendiri.
Anak memiliki
potensi untuk berkembang yang ingin menjadi seorang pribadi, ingin menjadi
pribadinya sendiri. Anak dalam perkembangannya akan memperoleh pengaruh dari
luar, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
2)
Manusia
sebagai makhluk sosial
Manusia lahir
kedunia dari rahim ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, ia lahir
dalam keadaan tidak berdaya. Namun, bersamaan dengan itu, ia lahir memiliki
potensi kemanusiaan berupa kekuatan pendengaran, kekuatan penglihatan, dan budi
nurani.
Potensi
kemanusiaan tersebut merupakan modal dasar bagi manusia untuk berkembang
menjadi dirinya sendiri.
Menurut
Kilpatrick, yang dikemukakan oleh Zanti Arbi dan Syahrun 91991:11), bahwa untuk
hidup dalam arti yang benar-benar manusiawi, setiap orang harus hidup bersamaan
dengan orang lain.
Kehidupan sosial
merupakan suatu realitas dimana individu tidak menunjolkan identitasnya,
melainkan berada dalam kebersamaan, dan yang tampak adalah identitas sosialnya,
dengan karakteristik keanekaragaman. Walaupun demikian, kehidupan individu
dalam antar hubungan sosial merupakan suatu realitas yang sama, seperti
kehidupan individu itu sendiri.
Manusia sebagai
makhluk sosial tentu memerlukan pendidikan, karena pendidikan pada hakikatnya
berlangsung dalam suatu interaksi antar dua manusia atau lebih.
3)
Manusia
sebagai makhluk susila
Manusia yang
lahir dilengkapi dengan kata hati atau hati nurani, yang memungkinkan ia
memiliki potensi untuk dapat membedakan perbuatan baik dan buruk, sehingga ia
dapat memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan itu.
Manusia bukan
hanya organisme yang hanya mengetahui, melainkan juga suatu organisme yang
mampu menilai perbuatan susila.pandangan manusia sebagai makhluk susila
didasari oleh kepercayaan bahwa budi nurani manusia memiliki potensi dasar
nilai. Noor Syam (1984) mengemukakan bahwa.”tida hubungan sosial tanpa hubungan
susila dan hubungan susila tanpa hubungan sosial”.
Pendidikan akan
mencakup pengajaran dan pelaksanaan nilai-nilai. Isi atau materi pendidikan
adalah tindakan yang akan membawa peserta didik mengalami dan menghayati
nilai-nilai kemanusiaan, menghargai, dan meyakini, sehingga peserta didik
membangun nilai- nilai kemanusian tersebut kedalam kepribadiannya.
4)
Manusia
sebagai makhluk ber-Tuhan
Manusia merupakan makhluk yang
memiliki potensi dan mampu mengadakan komunikasi dengan tuhan sebagai maha
pencipta alam semesta. Manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya sendiri.
Dengan sadar
akan adanya Tuhan dalam hidupnya, manusia akan selalu mempertimbangkan segala
bentuk hubungan vertikal dengannya. Manusia sadar bahwa Tuhan yang
menganugrahkan ajaran-ajarannya kepada umat manusia untuk dijadikan pedoman
dalam memperoleh keselamatan hidup manusia itu sendiri.
Nilai-nilai yang bersumber dari
Tuhan yang dimanifestasikan dalam ajaran agama, harus memayungi segala bentuk
kehidupan manusia sebagai individu maupun sosial, termasuk didalamnya
pendidikan itu sendiri.
2.2
Epistemologi
dan Pendidikan
Epistemologi berasal dari bahasa
Yunani Kuno, dari kata “episteme” yang
berarti pengetahuan, dan “logos” yang berarti teori. Secara etimologi, epistemologi berarti teori pengetahuan.
Epistemologi adalah pengetahuan yang
berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara
manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan. Dalam
buku Uyoh Sadulloh (2006:85) Epistemologi merupakan pertanyaan-pertanyaan yang
terfokus pada pengetahuan: pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui itu
berlangsung? Bagaimana kita mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita
memutuskan antara dua pandangan pengetahuan yang berlawanan? Apakah kebenaran
itu konstan, ataukah kebenaran itu berubah dari situasi satu ke situasi
lainnya?dan pada akhirnya pengetahuan apa yang paling berharga? Implikasi signifikan untuk pendekatan pada
kurikulum dan pengajaran.
Epistemologi membahas : sumber,
proses, syarat, batas fasilitas dan dan hakikat pengetahuan yang memberikan
kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada
murid-muridnya (M. Noor Syam,1986:32).
Contoh
: guru harus menentukan apa yang benar mengenai muatan yang akan diajarkan,
kemudian guru harus memutuskan alat yang paling tepat untuk membawa muatan ini
bagi siswa.
2.3
Aksiologi
dan Pendidikan
secara etimologis, istilah aksiologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata “aksios”yang berarti nilai dan
kata “logos” yang berarti teori, jadi dapat secara etimologi dapat
diartikan teori/ilmu tentang nilai.
Aksiologi merupakan cabang filsafat
yang menguji serta membahas nilai yang baik, bagus atau indah. Menurut
Jalaluddin & Abdullah Idi (2011:78) aksiologi merupakan suatu pendidikan
yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia.
Untuk selanjutnya, nilai-nilai tersebut ditanamkan dalam kepribadian anak (M.
Noor Syam,1986:95), tercapainya tujuan pendidikan.
Pendidikan secara langsung berkaitan dengan nilai.
Berdasarkan nilai tersebut, pendidikan dapat menentukan tujuan, motivasi,
kurikulum, metode belajar, dan sebagainya.
a.
Etika
Pengatahuan
tentang etika dapat membantu guru memecahkan banyak dilema yang muncul dikelas.
Seringkali para guru harus mengambil tindakan dalam situasi-situasi dimana
mereka tidak mampu mengumpulkan semua fakta-fakta relevan dan dimana tidak ada
arah tindakan yang tunggal yang secara total benar atau salah.
b.
Estetika
Cabang dari
aksiologi yang dikenal sebagai estetika itu berhubungan dengan nilai-nilai yang
berkaitan dengan keindahan dan seni. Estetika juga membantu guru meningkatkan
keefektifannya. Pengajaran, karena dapat dipandang sebagai suatu bentuk
ekspresi artistik.
2.4
Logika
dan Pendidikan
Penalaran
merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan
yang dihasilkan penalaran itu memiliki dasar kebenaran, maka proses berpikir
itu harus dilakukan dengan suatu cara tertentu.
Jika semua pihak
memiliki minat murni pada pendidikan memutuskan suatu tujuan tunggal yang harus
dicapai sekolah, tujuan tunggal itu kemungkinan besar mengajarkan para siswa
bagaimana berpikir.
Ada dua jenis
penalaran logis yang perlu dikuasai para siswa, dimana guru dapat memotivasinya
adalah pemikiran deduktif dan induktif.Logika induktif erat kaitannya dengan
penarikan kesimpulan dan kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang
bersifat umum.Logika deduktif mensyaratkan pemikir untuk bergerak dari suatu
prinsip umum ke suatu kesimpulan yang spesifik. Dan logika ini dapat membantu
kita dalam menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang
bersifat individual.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Peran
filsafat pendidikan bagi guru, dengan filsafat metafisika guru mengetahui
hakikat manusia, khususnya anak. Sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya
dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan.
Dengan
filsafat epistemologi, guru mengetahui apa yang harus diberikan kepada siswa,
bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan
pengetahuan tersebut.
Dengan
filsafat aksiologi, guru memahami yang harus diperoleh siswa, tidak hanya
kuantitas pendidikan tetapi juga, kuantitas kehidupan karena pengetahuan
tersebut.
Yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki dan berhubungan kuat dengan prilaku guru, yaitu keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang perlu diketahui
Yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki dan berhubungan kuat dengan prilaku guru, yaitu keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang perlu diketahui
3.2. Saran
Saya
mengharapkan kepada rekan-rekan mahasiswa/i agar banyak-banyak membaca buku
referensi yang lain terutama tentang pembahasan “PERANAN FILSAFAT PENDIDIKAN”.
Karena saya menyadari dalam pembuatan makalah ini saya masih banyak kekurangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Sadulloh,
Uyoh. 2010. PENGANTAR Filsafat Pendidikan.
Bandung : cv ALVABETA.
0 komentar:
Posting Komentar