BAB I
PENDAHULUAN
FILSAFAT dan filosof
berasal dari kata Yunani “philosophia” dan “philosophos”. Menurut bentuk kata,
seorang philosphos adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Sebagian lain
mengatakan bahwa filsafat adalah cinta akan kebenaran. Filsafat sering pula
diartikan sebagai pandangan hidup. Dalam dunia pendidikan, filsafat mempunyai
peranan yang sangat besar. Karena, filsafat yang merupakan pandangan hidup iku
menentukan arah dan tujuan proses pendidikan.dalam membahas filsafat akan
banyak di jumpai berbagai aliran, yang mana saling ada keterkaitan dan ada pula
yang saling bertentangan, meskipun demikian semuanya bukanlah untuk
dipertentangkan
justru dengan banyaknya aliran atau paham yang sudah diperkenalkan oleh
tokoh-tokoh filsafat, kita dapat memilih cara yang pas dengan persoalan yang
sedang kita hadapi.
Secara filosofis,
pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus menerus
dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan
hidupnya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam
masyarakatnya. Oleh
karena itu, filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebab,
pendidikan sendiri pada hakikatnya merupakan proses pewarisan nilai-nilai
filsafat, yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang
lebih baik atau sempurna dari keadaan sebelumnya.
Antara aliran atau paham yang satu dengan yang lainnya dapat
saling mendukung. Seperti penyelesaian masalah yang sederhana misalnya, kita
bisa menggunakan logika klasik, untuk menggali ilmu-ilmu yang ada di alam, kita
dapat menggunakan cara empirisme, untuk membantu pemahaman bisa menggunakan
paham rasionalisme, dan untuk persoalan yang kompleks kita dapat menggunakan
teorinya idealisme (dialektika).
Tujuan dari penulisan makalah ini sendiri, selain memenuhi
kewajiban membuat tugas,juga merupakan untuk mengetahui serta memahami tentang
aliran idealism dan realisme dalam filsafat pendidikan. Dan juga mengetahui
implikasi kedua aliran ke dalam pendidikan serta mencoba menuangkan informasi
yang didapat ke dalam sebuah tulisan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aliran idelalisme
2.1.1 Pengertian dan konsep dasar
Tokoh
aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme
merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita
adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di
antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca
indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia
idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea.
Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran,
yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan
idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat
dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari
dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea
adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya
sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material
Plato
yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa
jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan
yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masing -masing
dalam masyarakat sebagai keseluruhan.
Berkaitan
dengan kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide,
Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide
tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi
contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui
jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur,
mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Idealisme
adalah aliran filsafat yang memandang bahwa kenyataan (realita) yang ada dalam
kehidupan alam bukanlah suatu kebenaran yang hakiki, melainkan hanya gambaran
dari ide-ide yang ada didalam jiwa atau spirit manusia.
Idealisme
berorientasi kepada ide-ide, kepada jiwa, kepada spiritualitas, kepada hal-hal
yang ideal (serba cita), kepada norma-norma yang mengandung kebenaran muthlak
dan kesedian berkorban serta kepada personalitas (kepribadian) manusia.
Dalam
idealisme terbagi dua realitas yaitu
a. Yang
tampak: apa yang kita alami setiap hari,yang mengakami perubahan, dimana ada
dua kutub yang saling berlawanan. Disini terdapat ketidaksempurnaan,
ketidakteraturan, alam kesulitan
b. Alam
realitas: merupakan alam yang ideal, sejati dan murni dan adanya keteraturan.
Dari
kedua alam tersebut nyatalah bahwa alam ideal merupakan yang berisi kemutlakan,
sejati, murni, dan suci. Tetapi, alam ini sangat berbeda dari yang tampak,
dimana dalam ala mini kesempurnaan bertahta, yang tidak perlu mengalami
perubahan. Penetapan ini menyatakan bahwa alam pikiran itu lebih tinggi
daripada alam dunia.
2.1.2 Dunia sebagai idea
Hegel
berpendapat bahwa segala realitas adalah perlombaan yang bergerola yang
bergerak dari macam pertentangan seperti siang dan malam. Pertentangan ini
merupakan wujud dari dialektika alam
( yang muncul berulang kali dalam sifat dan alam manusia). Menurt hegel, setiap
idea plato mempunyai anti thesisnya sendiri, idea bukan hanya tempat statis
melainkan bergerak. Hegel memakai tiga thesis yaitu: Antithesis synthesis
menerangkan apa yang dimaksudkan. Contohnya seseorang hidup untuk dirinya
sendiri, dan diadu dengan antithesinya yaitu bahwa seseorang tidak bisa hidup
tanpa orang lain. Ini menimbulkan pemecahan masalah(synthesis). Yang bunyinya: seseorang bisa memenuhi hidupnya dengan
memenuhi tanggung jawab terhadap orang lain. Dengana cara ini kita akan
dapat memahami sejarah dengan baik, kata hegel.
Paham
filsafat idealisme pada abad ke-20 ini berpengaruh besar dikalangan ahli piker
Jerman, sehingga muncullah bermacam-macam idealisme yang mempunyai corak khusus
berupa:
a. Idealisme
subjektif yang beranggapan bahwa individu manusia itulah yang menjadi produsen
(penghasil) dari pada kenyataan. Roh manusialah yang menentukan proses
kenyataan itu. Tokoh nya adalah Berkely.
b. Idealisme
objektif yang beranggapan bahwa roh manusia hanyalah merupakan bagian dari “roh
umum” yang menggerakkan alam kenyataan ini sehingga jiwa individual itu tidak
berfungsi lagi dalam proses timbulnya kenyataan itu, karena roh umum iti
bersifat transedental (menembus,mengatasi segalanya) atau disebut oleh Imanuel Kant
sebagai Buswastein uber haupt yang bersifat boven individual. Jiwa individual
lenyap dalam roh umum itu.
c. Idealisme
Rasionalistis yang beranggapan bahwa jiwa adalah akal pikiran manusia.
Hakikat manusia adalah kesanggupannya
untuk berfikir. Aristoteles sebagi salah satu tokohnya membeda-bedakan antara
jiwa vegetative, animal dan human. Jiwa human itu menunjukkan cirri khas
kesanggupan manusia untuk berfikir yang disebut Nous atau budi. Tokohnya
antara lain Hegel, berpendapat bahwa nous atau budi atau rohani itu bukanlah
sesuatu yang dimilki oleh setiap manusia , tatpi manusia menjadi alat naous.
d. Idealism
yang Ethis yang beranggapan bahwa jiwa adalah akal yang praktis, akal teoritis
dan yang etis. Tokonya anatara lain : Imanuel Kant pernah mengatakan bahwa
segala sesuatu di alam semesta ini dapat diperalat kecuali manusia. Manusia
sebagai makhluk berbudi merupakan tujuan bagi dirinya sendiri. Bagi Kant hokum
asusila dating dari budinya sendiri bukan dari luar.
e. Idealisme
yang Aesthetis yang menyatakan bahwa kenyataan ini adalah sebagai hasil dari
seni dalam arti sepenuhnya. Juga
memandang bahwa hakikat manusia adalah
persaan.Tokohnya Wilhelm Von Humboit.
f. Idealisme
Religius dalam pandangannya tentang kenyataan ini didasarkan atas ajaran agama
seperti isalm, Kristen, dan yahudi. Dalam idealism ini kepercayaan menjadi
hakikat manusia. Menurut Plato, manusia itu dengan erosnya senantiasa ingin
menuju kearah idea-idea yang bersifat rohani. Kehidupan yang sejati hanya
ditemukan dalam idea dimana Tuhan merupakan idea tertinggi. Bagi orang
idealistini, manusia ini adalah makhluk tuhan yang mempunyai kemauan bebas (free will) dan bertanggung jawab atas
segala perbuatannya.
2.1.3 Idealisme dan filsafat
pendidikan
Ideaisme
sangat concern tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya
yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan
harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai
kebutuhan spiritual, dan tidak sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan filsafat
idealisme pada abad ke-19 secara khusus mengajarkan tentang kebudayaan manusia
dan lembaga kemanuisaan sebagai ekspresi realitas spiritual.
Bagi
aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai
makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa
memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari
keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk
spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini dapat dengan mudah
ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru yang menganut paham
idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan,
mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual. Sejak
inilah paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas adalah
pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara
individual.
Pendidikan
idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi
kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis
dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada
akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik.
Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya
persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu
pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak
pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai
dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling
menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan
antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan
dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan. Kurikulum yang digunakan dalam
pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang
objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook.
Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.
2.1.3
Pengaruh
idealisme dalam pendidikan
Dalam
proses pendidikan, kaum idealis mengingikan agar pendidikan jangan hanya
merupakan masalh pengembangan atau menumbuh kembangkan, melainkan harus
digerakkan kearah tujuan, yaitu suatu tujuan dimana nilai telah direalisasikan
kedalam bentuk yang kekal tidak terbatas.
Nilai-nilai
pendidikan, menurut kaum idealis adalah penglahiran (cetusan) dari susunan atau
system yang kekal abadi yang memiliki nilai-nilai dalam dirinya sendiri.
Power (1982:89) mengemukakan implikasi filsafat
pendidikan idealisme sebagai berikut :
1). Tujuan Pendidikan, Pendidikan formal dan informal bertujuan membentuk
karakter, dan mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial
2). Kedudukan Siswa, Bebas untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan
dasarnya/bakatnya.
3). Peranan Guru, Bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan
manusia, terutama bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan
siswa
4). Kurikulum, Pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan rasional,
dan pendidikan praktis untuk memproleh pekerjaan
5). Metode, Diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang
efektif dapat dimanfaatkan
Dalam paham aliran idealism guru
berfungsi sebagai: 1) guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik;
(2) guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa; (3)
Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik; (4) Guru haruslah menjadi
pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid; (5) Guru menjadi teman dari
para muridnya; (6) Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah
murid untuk belajar; (7) Guru harus bisa menjadi idola para siswa; (8) Guru
harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan
para siswanya; (9) Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif; (10) Guru harus
mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya;
(11) Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar;
(12) Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil; (13) Guru haruslah
bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi; (14) Guru harus mampu belajar,
bagaimana pun keadaannya.
2.1.4 Pendidikan Idealisme dalam
PLS(pendidikan luar sekolah)
Dalam PLS dikenal adanya prinsip yang digunakan
a. tujuan program PLS pertama-tama
harus difokuskan pada pembentukan karakter atau kepribadian peserta didik. Pada
tahap selanjutnya program pendidikan tertuju kepada pengembangan bakat dan
kebaikan sosial. Peserta didik digali potensinya untuk tampil sebagai individu
berbakat/berkemampuan yang akan memiliki nilai guna bagi kepentingan
masyarakat.
b. kurikulum pendidikan PLS
dikembangkan dengan memadukan pendidikan umum dan pendidikan praktis. Kurikulum
diarahkan pada upaya pengembangan kemampuan berpikir melalui pendidikan umum.
Di samping itu kurikulum juga dikembangkan untuk mempersiapkan keterampilan
bekerja untuk keperluan memperoleh mata pencaharian melalui pendidikan praktis.
c. metode pendidikan dalam program
PLS disusun menggunakan metode pendidikan dialektis. Meskipun demikian setiap
metode yang dianggap efektif mendorong belajar dapat pula digunakan.
Pelaksanaan pendidikan cenderung mengabaikan dasar-dasar fisiologis dalam
belajar.
d. peserta didik bebas mengembangkan bakat
dan kepribadiannya. Pendidikan bekerjasama dengan alam dengan proses
pengembangan kemampuan ilmiah. Oleh karena itu tugas utama tenaga pendidik
adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat belajar
dengan efisien dan efektif.
2.2
Realisme
2.2.1 pengertian realisme
Realisme
adalah aliran filsafat yang memandang bahwa dunia materi diluar kesadaran ada
sebagai suatu yang nyata dan penting untuk kita kenal dengan mempergunakan
intelegensi. Objek indra adalah real, yaitu benda-benda ada, adanya itu
terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan
atau ada hubungannya dengan pikiran kita. Menurut realisme hakikat kebenaran
itu barada pada kenyataan alam ini, bukan pada ide atau jiwa.
Zat
merupakan dasar segala benda, yang disebut aristoteles asas potensial karena
zat itu bisa menjadi apa saja. Zat dan bentuk harus dipisahkan. Akan tetapi
dalam dunia ini keduanya tidak dapat dipisahkan. Menurtunya dunia bukanlah yang
samar tetapi nyata dan kita alami.
2.2.2
Konsep
dasar realisme
a. Metafisika-realisme; Kenyataan yang sebenarnya
hanyalah kenyataan fisik (materialisme); kenyataan material dan imaterial
(dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari berbagai kenyataan
(pluralisme)
b. Humanologi-realisme;
Hakekat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakan. Jiwa merupakan sebuah
organisme kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir.
c. Epistemologi-realisme;
Kenyataan hadir dengan sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan
manusia, dan kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat
diperoleh melalui penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan
dengan memeriksa kesesuaiannya dengan fakta.
d. Aksiologi-realisme;
Tingkah laku manusia diatur oleh hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu,
dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau
adat-istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.
2.2.3 Realisme yang berlandaskan
ilmu pengetahuan
Dunia ibaratakan seperti mesin yang tidak
terjadi secara kebetulan, akan tetapi sengaja dibuat. manusialah yang merupaka
pengamatnya. Apabila pengamatannya berguna, bernilai dan bertjuan maka dapat
dikatakan sebagai ilmuan. Dan kerteraturan dapat dilihat, adanya perubahan
kimiawi dan dapat di ungkapkan dengan tegas maka dapat dikatakan bahwa ilmu
pengetahuan telah dapat menyingkapkan suatu penemuan ilmu yang baru. Dalam
masalah manusia adanya hukum berlaku, dalm maslah etika adanya hukum moral dan
naturalism masih merupakan kandungan dari realisme
Lebih
lanjut pandangan aliran realisme sebagai berikut :
a. Objek
(dunia) luar ini adalh nyata pada sendirinya dan untuk adanya itu tidak
tergantung dari macam jiwa apapun.
b. Benda
atau sesuatu hal adalah berbeda dengan jiwa yang mengetahuinya. Jadi ada perbedaan
antara benda yang sesungguhnya dengan benda yang nampak dihadapan munusia.
c. Benda
yang sesungguhnya baru dapat diketahui dengan cara-cara langsung atau tidak
langsung melalui penelitian.
d. Ide
mengetahui sesuatu benda atau hal, baru dapat merupakan kenyataan yang
sesungguhnya, bila ide tersebut merupakan pengetahuan yang tepat.
e. Bahwa
pengetahuan mengenai sesuatu dan kenyataan mengenai sesuatu itu hasil pertemuan
antara jiwa dan benda.
Dalam
realisme ada dua macam yang berkembang yaitu New Realisme dan Realisme Kritik. New
Realisme berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui sesuatu sabagaimana ia
Nampak oleh indera- indera, jadi pengalaman merupakan factor yang penting.
Sedangkan Realisme Kritik berpendapat bila suatu sesuatu itu dapat diketahui
dengan cepat dan betul sebagaimana adanya, mengapa masih dapat timbul
kesimpangsiuran, ilusi dari kenyataan. Untuk itu diajukan pendapat, bahwa untuk
mengetahui kenyataan, setidaknya di dunia ini ada dua entitas, yaitu
benda-benda materil dan keadaan jiwa atau ide. Cara kerja entitas ada tiga
bagian meliputi :
· Orang
mengetahui
· Objek
yang menjadi sasaran untuk diketahui
· Data
indera sebagai dasar penyimpulan.
Dalam sumber lain disebutkan bahwa realisme ada dua
golongan utama, yaitu realism alam dan realism rasional. Realisme alam menolak
adanya dunia spiritual dan mengatakan bahwa keberadaan dunia spiritual itu
tidak dapat dibuktikan, sehingga hal itu secara filosofis menjadi tidak
penting.
2.2.4 Pengaruh realisme dalam
pendidikan
Menurut
realisme kemampuan dasar dalam proses kependidikan yang dialami lebih
ditentukan perkembangannya oleh pendidikan atau lingkungan sekitar, karena
empiris (pengalaman) pada hakikatnya yang membentuk manusia. Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan harus
universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling rendah, dan merupakan
suatu kewajiban. Pada
tingkat pendidikan yang paling rendah, anak akan menerima jenis pendidikan yang
sama. Pembawaan dan sifat manusia
sama pada semua orang. Oleh karena itulah, metode, isi, dan proses pendidikan
harus seragam. Namun, manusia tetap berbeda dalam derajatnya, di mana ia dapat
mencapainya. Oleh karena itu, pada tingkatan pendidikan yang paling tinggi
tidak boleh hanya ada satu jenis pendidikan, melainkan harus beraneka ragam
jenis pendidikan. Inisiatif dalam pendidikan terletak pada pendidik bukan pada
peserta didik.
Materi atau bahan
pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran yang memberi kepuasan pada minat dan
kebutuhan pada peserta didik. Namun, yang paling penting bagi pendidik adalah
bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar, bukan memberikan kepuasan
terhadap minat dan kebutuhan pada peserta didik. Memberi kepuasan terhadap
minat dan kebutuhan siswa hanyalah merupakan alat dalam mencapai tujuan
pendidikan, atau merupakan strategi mengajar yang bermanfaat.
Pandangan
realita terhadap tugas pengembangan kepribadian manusia adalah dipikul orang
tua dan para guru pada tiap periode berlangsung, yaitu anak didik harus semakin
bertambah kegiatan belajanya untuk mengahayati kehidupan dari kelompoknya serta
mau menerima tanggung jawab yang wajar dalam kaitannya dengan kehidupan
tersebut. Kaum realis menyatakan kebudayaan adalah tugas besar pertama dari
pendidikan.
Menurut
Power (1982), implikasi filsafat pendidikan realisme adalah sebagai berikut:
(1)
a. Tujuan:
penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial;.
b. Kurikulum:
komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna berisi pentahuan umum dan
pengetahuan praktis
c. Metode:
Belajar tergantung pada pengalaman baik langsung atau tidak langsung. Metodenya
harus logis dan psikologis. Metode pontiditioning (Stimulua-Respon) adalah metode
pokok yang digunakan.
d. Peran peserta didik adalah menguasai
pengetahuan yang handal dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan
yang baik adalah esensial dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan
untuk memperoleh hasil yang baik
e. Peranan
pendidik adalah menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan
dengan keras menuntut prestasi peserta didik.
2.2.5 Pendidikan realisme dalam PLS
prinsip-prinsip yang dikembangkan adalah sebagai
berikut:
a. tujuan program pendidikan PLS terfokus agar peserta
didik dapat menyesuaikan diri secara tepat dalam hidup. Disamping itu, peserta
didik diharapkan dapat melaksanakan tanggung jawab sosial dalam hidup
bermasyaraka
b. kurikulum
komprehensif yang berisi semua pengetahuan yang berguna dalam penyesuaian
diri dalam hidup dan tanggung jawab sosial. Kurikulum berisi unsur-unsur
pendidikan umum untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan pendidikan praktis
untuk kepentingan bekerja.
c. semua kegiatan belajar berdasarkan pengalaman baik
langsung maupun tidak langsung. Metode mengajar hendaknya bersifat logis,
bertahap dan berurutan. Pembiasaan (pengkondisian) merupakan sebuah metode
pokok yang dapat dipergunakan dengan baik untuk mencapai tujuan pendidik
d. Dalam hubungannnya dengan pengajaran, peranan peserta
didik adalah penguasaan pengetahuan yang handal sehingga mampu mengikuti
perkembangan Iptek. Dalam hubungannya dengan disiplin, tata cara yang baik
sangat penting dalam belajar. Artinya belajar dilakukan secara terpola
berdasarkan pada suatu pedoman. Peserta didik perlu mempunyai disiplin mental
dan moral untuk setiap tingkat kebaikkan. Peranan pendidik adalah menguasai
pengetahuan, keterampilan teknik-teknik pendidikan dengan kewenangan
untuk mencapai hasil pendidikan yang dibebankan kepadanya.
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Filsafat adalah
pandangan hidup seseorang dan juga merupakan sebagai sutau sikap seseorang yang
sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin
melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Begitu juga dalam
pendidikan, manusi butuh akan pendidikan untuk aktualisasi menuju kehidupan
yang bahagia. Dalam pendidikan banyak hal yang harus di perhatikan, dan membutuhkan
telaahan dari filsafat. Dalam filsafat pendidikan digunakan berbagai aliran
yang pertama yaitu idealisme yang menekankan pada upaya pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik
sebagai aktualisasi potensi yang dimilikinya. Kegiatan belajar terpusat pada
peserta didik yang dikondisikan oleh tenaga pendidik. Dan yang kedua aliran
filsafat realisme menekankan pada pembentukan peserta didik agar mampu
melaksanakan tanggung jawab sosial dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.
Untuk mencapainya diperlukan pendidikan yang ketat dan sistematis dengan
dukungan kurikulum yang komprehensif dan kegiatan belajar yang teratur di bawah
arahan oleh tenaga pendidik.keduanya tidak perlu dipertentangkan, tetapi dapat
dipilih atau dipadukan untuk menemukan aliran yang sesuai dalam melandasi teori
dan praktek pendidikan untuk mencapai tujuannya. Dengan kata lain idealisme
ataupun realisme pendidikan dapat diterapkan tergantung konteks dan kontennya.
3.2 Saran
Untuk selanjutnya diperlukan upaya untuk
memilih mana yang sesuai atau memadukan konsep, prinsip serta pendekatan
aliran-aliran tersebut pada kerangka konseptual pendidikan. Dalam hal pendidikan
diharapkan dapat menuangkan landasan filosofis dari setiap aliran filsafat
dalam semua keputusan serta proses pendidikan. Sesuai tuntutan profesionalisme,
praktisi pendidikan harus memahami landasan filosofis pendidikan yang berpadu
dengan ilmu pendidikan untuk mengembangkan teori dan praktek pendiikan. Disamping
idealisme dan realisme masih terdapat banyak aliran filsafat lainnya yang
melandasi teori pendidikan, yang perlu dipadukan lagi yang implmentasinya
kepada pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, amsal. 2009. Studi filsafat
pendidikan. Banda aceh: yayasan pena
Mudyaharjo, redja. 2006. Pengantar
pendidikan. Jakarta: PT. Raja grapindo persada.
Suhartono, suparlan. 2005. Sejarah
pemikiran dan filsafatmodern. Yogyakarta: ar-ruzzi
Achmadi, asmoro. 2003. Filsafat umum.
Jakarta: PT. Raja grapindo persada
Praja, juhaya. 2003. Aliran filsafat
dan etika. Jakarta: prenda media
Sadulloh, Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan,
Bandung: Alfabeta.
Soelaiman, darwis. Filsafat pendidikan barat. Darussalam:
Syiah kuala university press
0 komentar:
Posting Komentar