KETIKA BANYAK TULISAN BELUM MAMPU MEMUASKAN SYAHWAT MEMBACAMU, MAKA MENULISLAH DENGAN JALAN FIKIRANMU

Jumat, 24 Mei 2013

ALIRAN EKSISTENSIALISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Eksistensialisme  menjadi salah satu ciri pemikiran filsafat abad ke- 20 yang sangat mendambakan adanya otonomi dan  kebebasan manusia yang sangat besar untuk mengaktualisasikan dirinya.  Dari perspektif eksistensialisme, pendidikan sejatinya adalah upaya pembebasan manusia dari belenggu-belenggu yang mengurungnya. Sehingga terwujudlah eksistensi manusia ke arah yang lebih humanis dan beradab. Beberapa pemikiran eksistensialisme dapat menjadi landasan atau semacam bahan renungan bagi para pendidik agar proses pendidikan yang dilakukan semakin mengarah pada pembebasan manusia yang sesungguhnya.
Eksistensialisme menentang ajaran materialisme yang memperhatikan  prinsip  manusia yang hanya sebagai benda. Eksistensialisme merupakan filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal kepada eksistensi. Yaitu cara manusia berada di dalam dunia. Cara manusia berada di dalam dunia berbeda dengan cara berada benda-benda. Filsafat eksistensialisme menutamakan   individu sebagai faktor dalam menentukan apa yang baik dan dan benar. Norma-norma hidup berbeda secara individual dan ditentukan masing-masing secara bebas.
1.2  Tujuan
v Memberi bekal pengalaman yang luas dan komprehensif dalam semua bentuk kehidupan
v Untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah dan Pengertian  Eksistensialisme 
Istilah eksistensialisme dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman Martin Heidegger (1889-1976). Eksistensialisme adalah merupakan filsafat dan akar metodologinya berasal dari metoda fenomologi yang dikembangkan oleh Hussel (1859-1938). Munculnya eksistensialisme berawal dari ahli filsafat Kieggard dan Nietzche. Kiergaard Filsafat Jerman (1813-1855) filsafatnya untuk menjawab pertanyaan “Bagaimanakah aku menjadi seorang individu)”. Hal ini terjadi karena pada saat itu terjadi krisis eksistensial (manusia melupakan individualitasnya). Kiergaard menemukan jawaban untuk pertanyaan tersebut manusia (aku) bisa menjadi individu yang autentik jika memiliki gairah, keterlibatan, dan komitmen pribadi dalam kehidupan. Nitzsche (1844-1900) filsuf jerman tujuan filsafatnya adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi manusia unggul”. Jawabannya manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani.
Eksistensialisme merupakan filsafat yang secara khusus mendeskripsikan eksistensi dan pengalaman manusia dengan metedologi fenomenologi, atau cara manusia berada. Eksistensialisme adalah suatu reaksi terhadap materialisme dan idealisme. Pendapat materialisme bahwa manusia adalah benda dunia,  manusia itu adalah materi , manusia adalah sesuatu yang ada tanpa menjadi Subjek. Pandangan manusia menurut idealisme adalah manusia hanya sebagai subjek atau hanya sebagai suatu kesadaran. Eksistensialisme berkayakinan bahwa paparan manusia harus berpangkalkan eksistensi, sehingga aliran eksistensialisme penuh dengan lukisan-lukisan yang kongkrit.
Eksistensi oleh kaum eksistensialis disebut Eks bearti keluar, sintesi berarti berdiri. Jadi ektensi berarti berdiri sebagai diri sendiri.
Menurut beberapa ahli:
v Eksistensialisme merupakan aliran yang mengakui bahwa tidak ada alam semesta selain alam manusia (Drs. Amsal Amri, M.Pd : 51 )
v Eksistensialisme merupakan filsafat yang memandang segala gejala berpangkal pada eksistensi. Eksistensi adalah cara manusia berada di dunia (Drs. Uyoh sadulloh, M.Pd :135)
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa eksistensialisme adalah aliran yang memandang bahwa tidak ada alam semesta selain alam manusia.
2.2  Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri dan memberi bekal pengalaman yang luas dan komprehensif dalam  semua bentuk kehidupan.
Setiap individu memiliki kebutuhan dan perhatian yang spesifik berkaitan dengan pemenuhan dirinya, sehingga dalam menentukan kurikulum tidak ada kurikulum yang pasti dan ditentukan berlaku secara umum.

2.3. Peran guru
Melindungi dan memelihara kebebasan akademik, dimana mungkin guru pada hari ini, besok lusa menjadi murid(power 1982)
Para guru harus memberikan kebebasan kepada siswa memilih dan memberi mereka pengalaman-pengalaman yang akan membantu mereka menemukan makna dari kehidupan mereka. Pendekatan ini berlawanan dengan keyakinan banyak orang, tidak berarti bahwa para siswa boleh melakukan apa saja yang mereka sukai : logika menunjukkan bahwa kebebasan memiliki aturan, dan rasa hormat akan kebebasan orang lain itu penting.
Guru hendaknya memberi semangat kepada siswa untuk memikirkan dirinya dalam suatu dialog. Guru menanyakan tentang ide-ide yang dimiliki siswa, dan mengajukan ide-ide lain, kemudian guru membimbing siswa untuk mengarahkan siswa dengan seksama sehingga siswa mampu berpikir relatif dengan melalui pertanyaan-pertanyaan.
2.4. Peserta Didik
Aliran eksistensialisme memandang siswa sebagai makhluk rasional dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya dan siswa dipandang sebagai makhluk yang utuh yaitu yang akal pikiran, rohani, dan jasmani yang semua itu merupakan kebulatan dan semua itu perlu dikembangkan melalui pendidikan. Dengan melaksanakan kebebasan pribadi, para siswa akan belajar dasar-dasar tanggung jawab pribadi dan sosial.
2.5. Kurikulum
Aliran eksistensialisme menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal itu berkontribusi pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam suatu tingkatan kepekaan personal yang disebut Greene “kebangkitan yang luas”. Kurikulum ideal adalah kurikulum yang memberi para siswa kebebasan individual yang luas dan mensyaratkan mereka untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan mereka sendiri.
Menurut pandangan eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran tertentu yang lebih penting daripada yang lainnya. Mata pelajaran merupakan materi dimana individu akan dapat menemukan dirinya dan kesadaran akan dunianya.
Kurikulum eksistensialisme memberikan perhatian yang besar terhadap humaniora dan seni. Karena kedua materi tersebut diperlukan agar individu dapat mengadakan introspeksi dan mengenalkan gambaran dirinya. Pelajaran harus didorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan, serta memperoleh pengetahuan yang diharapkan.
Kurikulum yang diutamakan adalah kurikulum liberal. Kurikulum liberal merupakan landasan bagi kebebasan manusia. Kebebasan memiliki aturan-aturan. Oleh karena itu, disekolah diajarkan pendidikan sosial, untuk mengajar “respek” (rasa hormat) terhadap kebebasan untuk semua.
2.6. Metode
Tidak ada pemikiran yang mendalam tentang metode, tetapi metode apapun yang dipakai harus merujuk pada cara untuk mencapai kebahagiaan dan karakter yang baik.
Diskusi merupakan metode utama dalam pandangan eksistensialisme. Siswa memiliki hak untuk menolak interpretasi guru tentang mata pelajaran. Sekolah merupakan suatu forum dimana para siswa mampu berdialog dengan teman-temannya, dan guru membantu menjelaskan kemajuan siswa dalam pemenuhan dirinya.
2.7. Evaluasi
Eksistensialisme berpandangan bahwa eksistensi di atas dunia selalu terkait pada keputusan-keputusan individu, artinya, andaikan individu tidak mengambil suatu keputusan maka pastilah tidak ada yang terjadi. Individu sangat menentukan terhadap sesuatu yang baik, terutama sekali bagi kepentingan dirinya. Jadi menurut aliran ini manusia itu sendirilah yang dapat menentukan seseuatu itu baik atau buruk. Ungkapan dari aliran ini adalah “ Truth is subjectivity” atau kebenaran terletak pada pribadinya maka disebutlah baik, dan sebaliknya apabila keputusan itu tidak baik bagi pribadinya maka itulah yang buruk.




BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Eksistensialisme merupakan filsafat yang secara khusus mendeskripsikan eksistensi dan pengalaman manusia dengan metedologi fenomenologi, atau cara manusia berada. Eksistensialisme adalah suatu reaksi terhadap materialisme dan idealisme Pendapat materialisme terhadap manusia adalah manusia adalah benda dunia, manusia itu adalah materi , manusia adalah sesuatu yang ada tanpa menjadi Subjek.

3.2. Saran
Kami mengharapkan kepada rekan-rekan mahasiswa/i agar banyak-banyak membaca buku referensi yang lain terutama tentang pembahasan “Aliran Eksistensialisme”. Karena kami menyadari dalam pembuatan makalah ini kami masih banyak kekurangan.






DAFTAR PUSTAKA
Amri, Amsal. 2009. STUDI FILSAFAT PENDIDIKAN. Banda aceh : PeNA.
Nasution. 2003. Asas-asas Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara.
Sadulloh, Uyoh. 2010. PENGANTAR Filsafat Pendidikan. Bandung : cv ALVABETA.Surajiyo. 2000. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta : Institut Ilmu Sosial dan Politik.

0 komentar:

Posting Komentar