KETIKA BANYAK TULISAN BELUM MAMPU MEMUASKAN SYAHWAT MEMBACAMU, MAKA MENULISLAH DENGAN JALAN FIKIRANMU

Jumat, 24 Mei 2013

PERANAN FILSAFAT PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN
1.1            Latar Belakang
Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan, dan orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan. Hal tersebut akan mewarnai perbuatan mereka secara arif dan bijak, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya dengan falsafah umum, falsafah bangsa dan negaranya. Pemahaman akan filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
Dalam mengkaji peranan filsafat pendidikan, dapat ditinjau dari tiga lapangan filsafat, yaitu metafisika,epistemologi, dan aksiologi.

1.2            Tujuan
v Dengan berfikir filsafat seseorang bisa menjadi manusia, lebih mendidik dan membangun diri sendiri.
v Seseorang dapat menjadi orang yang dapat berfikir sendiri.
v Memberikan dasar-dasar pengetahuan, memberikan pandangan yang sintesis pula sehingga seluruh pengetahuan merupakan satu kesatuan.
v Hidup seseorang tersebut dipimpin oleh pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sebab itu mengetahuai pengetahuan-pengetahuan terdasar berarti mengetahui dasar-dasar hidup diri sendiri.
v Bagi seorang pendidik filsafat mempunyai kepentingan istimewa karena filsafatlah yang memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang mengenai manusia seperti misalnya ilmu mendidik.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1            Metafisika dan Pendidikan
Metafisika merupakan bagian dari filsafat spekulatif. Yang menjadi pusat persoalannya adalah hakikat realitas akhir. Dengan lahirnya sains, banyak orang beranggapan bahwa metafisika merupakan barang kuno. Menurut mereka, penemuan ilmiah betul-betul dapat dipercaya karena dapat diukur, sebaliknya pemikiran metafisika tidak dapat dibuktikan kebenarannya dan tidak memiliki aplikasi praktis.
Tetapi dewasa ini kita kenal bahwa metefisika dan sains merupakan dua kegiatan yang berbeda, memiliki nilai dan manfaat dalam lapangannya masing-masing.
Metafisika secara praktis akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada.
Metafisika merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah hakikat : hakikat dunia, hakikat manusia, termasuk di dalamnya hakikat anak.mempelajari metafisika bagi filsafat pendidikan diperlukan untuk mengontrol secara implisit tujuan pendidikan, untuk mengetahui bagaimana dunia anak, apakah ia merupakan makhluk rohani atau jasmani saja, atau keduanya.
Metafisika memiliki implikasi-implikasi penting untuk pendidikan karena kurikulum sekolah berdasarkan pada apa yang kita ketahui mengenai realitas. Dan apa yang kita ketahui tentang realitas itu didorong oleh jenis-jenis pertanyaan yang diajukan mengenai dunia. Pada kenyataannya, setiap posisi yang berkenaan dengan apa yang harus diajarkan sekolah dibelakangnya memiliki suatu pandangan realitas tertentu, sejumlah respons tertentu pada pertanyaan-pertanyaan metafisika.
a.   Teologi
Teologi merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang Tuhan. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan sekitar Tuhan dan begaimana hubungannya dengan realitas, bagaimana hubungan Tuhan dengan manusia dan dengan kosmos. Siapa Tuhan, bagaimana sifat-sifatNya. Dalam kaidah islam tidak dipikirkan tentang zat Tuhan, melainkan yang dipikirkan hanyalah tentang ciptaanNya. Pengertian realistis tidak hanya terbatas pada yang lahiriah, melainkan menyangkut realitas yang ghaib, seperti malaikat,jin, qadha dan qadar, hari akhir dan hari kebangkitan, hari pembalasan, dan mukjizat yang diberikan kepada RasulNya.
Alquran menurut pandangan islam, merupakan firman Allah yang disampaikan melalui perantara malaikat jibril. Malaikat jibril merupakan malaikat yang memiliki kedudukan yang paling tinggi dari keseluruhan malaikat disisi Allah, sehingga seluruh malaikat menghormati dan mempercayainya.
Masyarakat yang berpandangan materialistis, dimana segala yang ada bersifat materi. Manusia adalah materi seperti halnya benda-benda lain. Setelah dia mati, manusia tidak mengalami kehidupan apa-apa. Mereka beranggapan bahwa mereka hidup karena sistem materi yang terjadi dalam tubuhnya. Manusia hidup karena faktor eksternal, seperti air, udara, iklim. Dan faktor internal seperti, metabolisme yang terjadi didalam tubuhnya.
Dalam pelaksanaan pendidikan pandangan tersebut tidak akan mempertimbangkan kehidupan rohaniah. Tujuan pendidikan yang dipertimbangkan adalah kehidupan duniawi belaka. Pendidikan hanya ditentukan oleh lingkungan yang dapat diukur dan dapat diamati. Tidak akan dipertimbangkan kehidupan setelah kematian.

b.   Kosmologi
Kosmologi (kosmos, "alam semesta", dan logia, "studi"), dalam penggunaan yang ketat, mengacu pada studi tentang alam semesta dalam totalitasnya seperti sekarang (atau setidaknya seperti yang dapat diamati sekarang), dan dengan perluasan, tempat manusia di dalamnya. Meskipun kata kosmologi baru (pertama kali digunakan tahun 1730 dalam Kristen Wolff's Cosmologia generalis), studi tentang alam semesta memiliki sejarah panjang yang melibatkan ilmu pengetahuan, filsafat, esoterisme, dan agama.


            Dalam beberapa kali, fisika dan astrofisika telah memainkan peran sentral dalam membentuk pemahaman alam semesta melalui observasi ilmiah dan percobaan, atau apa yang dikenal sebagai kosmologi fisik berbentuk baik melalui matematika dan observasi dalam analisis seluruh alam semesta. Dengan kata lain, dalam disiplin, yang berfokus pada alam semesta seperti yang ada pada skala terbesar dan di saat-saat awal, secara umum dipahami untuk memulai dengan Big Bang (mungkin dikombinasikan dengan inflasi kosmis) - perluasan ruang dari mana alam semesta itu sendiri diperkirakan muncul ~ 13,7 ± 0,2 × 109 (13,7 miliar) tahun lalu. Dari awal kekerasan dan sampai berakhir berbagai spekulatif, kosmolog mengusulkan bahwa sejarah alam semesta telah diatur sepenuhnya oleh hukum-hukum fisika. Teori alam semesta yang impersonal diatur oleh hukum-hukum fisik yang pertama kali diusulkan oleh Roger Bacon. Kemudian Dmitry Grinevich didukung undang-undang yang diusulkan Bacon melalui beberapa percobaan yang ia dilakukan melibatkan hukum-hukum fisik yang berbeda. Antara domain agama dan ilmu pengetahuan, berdiri perspektif filosofis kosmologi metafisik. Bidang ini kuno studi berupaya untuk menarik kesimpulan intuitif tentang sifat alam semesta, manusia, Tuhan dan atau hubungan mereka berdasarkan perpanjangan dari beberapa set fakta diduga dipinjam dari pengalaman spiritual dan atau observasi.

            Tapi kosmologi metafisik juga telah diamati sebagai menempatkan manusia di alam semesta dalam hubungan dengan semua entitas lain. Hal ini ditunjukkan dengan observasi yang dibuat oleh Marcus Aurelius tempat seorang pria dalam hubungan bahwa: "Dia yang tidak tahu apa dunia ini tidak tahu di mana dia, dan dia yang tidak tahu untuk tujuan apa dunia ini ada, tidak tahu siapa dia, atau apa dunia ini. Ini adalah tujuan dari kosmologi metafisik kuno.

            Kosmologi ini sering merupakan aspek penting dari mitos penciptaan agama yang berusaha untuk menjelaskan keberadaan dan sifat realitas. Dalam beberapa kasus, pandangan tentang penciptaan (kosmogoni) dan perusakan (eskatologi) dari alam semesta memainkan peran sentral dalam membentuk kerangka kosmologi agama.
c.    Manusia
Manusia adalah subyek pendidikan, dan sekaligus pula sebagai obyek pendidikan. Sebagai subyek pendidikan, manusia bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pendidikan. Manusia dewasa yang berfungsi sebagai pendidik bertanggung jawab untuk melaksanakan misi manusia di mana pendidikan berlangsung. Sebagai obyek pendidikan, manusia merupakan sasaran, pembinaan dalam melaksanakan proses pendidikan, yang pada hakikatnya ia memiliki pribadi yang sama seperti manusia dewasa, namun karena kodradnya belum berkembang.
Proses pendidikan merupakan interaksi pluralistis antara manusia dengan manusia, dengan lingkungan alamiah, sosial, dan kultural akan sangat ditentukan oleh aspek manusianya.
Pendidikan dalam arti luas dan mendasar adalah usaha membantu manusia untuk merealisasikan dirinya, memanusiakan manusia. Pendidikan berusaha membantu manusia untuk menyingkapkan dan menemui rahasia alam, mengembangkan fitrah manusia yang merupakan potensi untuk berkembang.
1)   Manusia sebagai makhluk individu
Manusia pada hakikatnya sebagai makhluk yang unik, berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Tidak ada manusia yang persis sama diciptakan tuhan di jagad raya ini, walaupun pada anak kembar sekalipun.
Menurut Zanti Arbi dan Syahrun (1991: 10), setiap orang bertanggung jawab atas dirinya, atas pikiran, perasaan, pilihan, dan perilakunya. Orang yang betul-betul manusia adalah orang yang bertanggung jawab penuh. Tidak ada orang lain yang dapat mengambil alih tanggung jawab dalam hidupnya. Kata hatinya adalah kata hatinya sendiri.
Anak memiliki potensi untuk berkembang yang ingin menjadi seorang pribadi, ingin menjadi pribadinya sendiri. Anak dalam perkembangannya akan memperoleh pengaruh dari luar, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
2)   Manusia sebagai makhluk sosial
Manusia lahir kedunia dari rahim ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, ia lahir dalam keadaan tidak berdaya. Namun, bersamaan dengan itu, ia lahir memiliki potensi kemanusiaan berupa kekuatan pendengaran, kekuatan penglihatan, dan budi nurani.
Potensi kemanusiaan tersebut merupakan modal dasar bagi manusia untuk berkembang menjadi dirinya sendiri.
Menurut Kilpatrick, yang dikemukakan oleh Zanti Arbi dan Syahrun 91991:11), bahwa untuk hidup dalam arti yang benar-benar manusiawi, setiap orang harus hidup bersamaan dengan orang lain.
Kehidupan sosial merupakan suatu realitas dimana individu tidak menunjolkan identitasnya, melainkan berada dalam kebersamaan, dan yang tampak adalah identitas sosialnya, dengan karakteristik keanekaragaman. Walaupun demikian, kehidupan individu dalam antar hubungan sosial merupakan suatu realitas yang sama, seperti kehidupan individu itu sendiri.
Manusia sebagai makhluk sosial tentu memerlukan pendidikan, karena pendidikan pada hakikatnya berlangsung dalam suatu interaksi antar dua manusia atau lebih.
3)               Manusia sebagai makhluk susila
Manusia yang lahir dilengkapi dengan kata hati atau hati nurani, yang memungkinkan ia memiliki potensi untuk dapat membedakan perbuatan baik dan buruk, sehingga ia dapat memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan itu.
Manusia bukan hanya organisme yang hanya mengetahui, melainkan juga suatu organisme yang mampu menilai perbuatan susila.pandangan manusia sebagai makhluk susila didasari oleh kepercayaan bahwa budi nurani manusia memiliki potensi dasar nilai. Noor Syam (1984) mengemukakan bahwa.”tida hubungan sosial tanpa hubungan susila dan hubungan susila tanpa hubungan sosial”.
Pendidikan akan mencakup pengajaran dan pelaksanaan nilai-nilai. Isi atau materi pendidikan adalah tindakan yang akan membawa peserta didik mengalami dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan, menghargai, dan meyakini, sehingga peserta didik membangun nilai- nilai kemanusian tersebut kedalam kepribadiannya.
4)               Manusia sebagai makhluk ber-Tuhan
Manusia merupakan makhluk yang memiliki potensi dan mampu mengadakan komunikasi dengan tuhan sebagai maha pencipta alam semesta. Manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya sendiri.
Dengan sadar akan adanya Tuhan dalam hidupnya, manusia akan selalu mempertimbangkan segala bentuk hubungan vertikal dengannya. Manusia sadar bahwa Tuhan yang menganugrahkan ajaran-ajarannya kepada umat manusia untuk dijadikan pedoman dalam memperoleh keselamatan hidup manusia itu sendiri.
Nilai-nilai yang bersumber dari Tuhan yang dimanifestasikan dalam ajaran agama, harus memayungi segala bentuk kehidupan manusia sebagai individu maupun sosial, termasuk didalamnya pendidikan itu sendiri.

2.2            Epistemologi dan Pendidikan
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, dari kata “episteme” yang berarti pengetahuan, dan “logos” yang berarti teori. Secara etimologi, epistemologi berarti teori pengetahuan.
Epistemologi adalah pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan. Dalam buku Uyoh Sadulloh (2006:85) Epistemologi merupakan pertanyaan-pertanyaan yang terfokus pada pengetahuan: pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui itu berlangsung? Bagaimana kita mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita memutuskan antara dua pandangan pengetahuan yang berlawanan? Apakah kebenaran itu konstan, ataukah kebenaran itu berubah dari situasi satu ke situasi lainnya?dan pada akhirnya pengetahuan apa yang paling berharga?   Implikasi signifikan untuk pendekatan pada kurikulum dan pengajaran.
Epistemologi membahas : sumber, proses, syarat, batas fasilitas dan dan hakikat pengetahuan yang memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya (M. Noor Syam,1986:32).
            Contoh : guru harus menentukan apa yang benar mengenai muatan yang akan diajarkan, kemudian guru harus memutuskan alat yang paling tepat untuk membawa muatan ini bagi siswa.



2.3            Aksiologi dan Pendidikan
secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata “aksios”yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori, jadi dapat secara etimologi dapat diartikan teori/ilmu tentang nilai.
Aksiologi merupakan cabang filsafat yang menguji serta membahas nilai yang baik, bagus atau indah. Menurut Jalaluddin & Abdullah Idi (2011:78) aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Untuk selanjutnya, nilai-nilai tersebut ditanamkan dalam kepribadian anak (M. Noor Syam,1986:95), tercapainya tujuan pendidikan.
Pendidikan secara langsung berkaitan dengan nilai. Berdasarkan nilai tersebut, pendidikan dapat menentukan tujuan, motivasi, kurikulum, metode belajar, dan sebagainya.
a.               Etika
Pengatahuan tentang etika dapat membantu guru memecahkan banyak dilema yang muncul dikelas. Seringkali para guru harus mengambil tindakan dalam situasi-situasi dimana mereka tidak mampu mengumpulkan semua fakta-fakta relevan dan dimana tidak ada arah tindakan yang tunggal yang secara total benar atau salah.
b.               Estetika
Cabang dari aksiologi yang dikenal sebagai estetika itu berhubungan dengan nilai-nilai yang berkaitan dengan keindahan dan seni. Estetika juga membantu guru meningkatkan keefektifannya. Pengajaran, karena dapat dipandang sebagai suatu bentuk ekspresi artistik.

2.4            Logika dan Pendidikan
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu memiliki dasar kebenaran, maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara tertentu.
Jika semua pihak memiliki minat murni pada pendidikan memutuskan suatu tujuan tunggal yang harus dicapai sekolah, tujuan tunggal itu kemungkinan besar mengajarkan para siswa bagaimana berpikir.
Ada dua jenis penalaran logis yang perlu dikuasai para siswa, dimana guru dapat memotivasinya adalah pemikiran deduktif dan induktif.Logika induktif erat kaitannya dengan penarikan kesimpulan dan kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.Logika deduktif mensyaratkan pemikir untuk bergerak dari suatu prinsip umum ke suatu kesimpulan yang spesifik. Dan logika ini dapat membantu kita dalam menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual.
  

BAB III
PENUTUP

3.1.           Kesimpulan
Peran filsafat pendidikan bagi guru, dengan filsafat metafisika guru mengetahui hakikat manusia, khususnya anak. Sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan.
Dengan filsafat epistemologi, guru mengetahui apa yang harus diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut.
Dengan filsafat aksiologi, guru memahami yang harus diperoleh siswa, tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga, kuantitas kehidupan karena pengetahuan tersebut.
Yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki dan berhubungan kuat dengan prilaku guru, yaitu keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang perlu diketahui

3.2.      Saran
Saya mengharapkan kepada rekan-rekan mahasiswa/i agar banyak-banyak membaca buku referensi yang lain terutama tentang pembahasan “PERANAN FILSAFAT PENDIDIKAN”. Karena saya menyadari dalam pembuatan makalah ini saya masih banyak kekurangan.






DAFTAR PUSTAKA

Sadulloh, Uyoh. 2010. PENGANTAR Filsafat Pendidikan. Bandung : cv ALVABETA.

0 komentar:

Posting Komentar